Memutar kapasitas mimpi dan realitas
Kecup aroma kabut
Yang mengusik setiap malamnya
Basahnya humus
Keringnya daun
Gemerisik plastik
Jauhkan sobak pandang tajammu
Ia tak butuh itu disaat kesepian melanda
Atau gelisah tanganmu yang tak dibutuhkannya
Dia keras seraya granit
Basah kuyup disiram teguran dunia
Api unggun pun tak mampu lagi menghangatkan relung hatinya
Dia pernah jatuh
Tersandung ranting kayu, dan kerikil kecil
Seseorang melihatnya dari balik pohon
Memanggilnya saat wajahnya menyeringai
Namun tak ada yang sungguh-sungguh menolongnya
Ah, basa-basi itu kejam
Muslihat di balik ujaran manis
Formalitas di balik konspirasi
Malam tiba lagi
Embun itu menyeruak memasuki ruang dengan dinding sedingin es
Desir angin berbisik
Isyarat fenomena nenek moyang
Telapak kakinya menyatu
Bergumul dalam selimut merah
Merah sekali seperti warna darah
Untung saja horizon masih segelap sweternya
Sampai wajahnya menyusup bantal
Mencari rasa aman
Tengah malam mimpi mengusiknya
Memberitahukan betapa jahatnya dunia
Namun sesekali, mimpi pernah membuatnya tersenyum simpul
Karena dia begitu indah dari realitas
Bogor, 6 Agustus 2017
0 komentar