Hidup ini hanya tentang lebih beruntung atau tidak.
Seperti halnya kamu terlahir dengan keluarga kaya raya, sementara jika kamu melihat maps di google, mungkin saja tak jauh dari keberadaanmu, ada bayi yang terlahir di sebuah rumah gubuk, yang bahkan tak memiliki kebutuhan yang mencukupi.
Hidup ini perkara beruntung atau tidak. Mungkin kamu tak bisa memilih siapa keluarga yang akan menyayangimu kelak. Tapi beruntunglah kamu, karena kamu dilahirkan dalam keluarga yang utuh, keluarga besar yang menunggu kehadiranmu, dan mencintaimu sepenuh hati. Tapi kembalilah kamu lihat, di luar sana, banyak bayi yang dibuang orangtua kandungnya sendiri. Ada yang menerima keberadaannya, namun berujung memilukan, seperti adanya kekerasan pada anak.
Hidup ini hanya soal lebih beruntung apa tidak. Kamu mungkin tak akan pernah lupa betapa harumnya pelukan ibu dan ayahmu. Kalian bercengkerama di ruang keluarga dengan senyum simpul dan tawa tak terelakan. Dan suatu hari kamu dapat mengenangnya selagi orangtuamu tak ada lagi. Tapi... Ada seorang anak yang terpuruk di dalam kamarnya. Mendengarkan lagu melankolis dan sakit hati, karena tak kuat mendengar orangtuanya yang terus bertengkar.
Lagi-lagi hidup ini perkara lebih beruntung atau tidak. Beranjak dewasa, kamu menikah, pernikahanmu dihadiri kedua orangtuamu. Kamu menangis di kedua kaki ibu dan bapakmu, memohon izin untuk membangun baterah rumah tangga bersama pasangan hidupmu. Namuh ditempat lain, ada sepasang insan yang tak dapat kesempatan itu.
Mungkin sekarang kita tahu bagaimana terciptanya ketidakadilan. Suratan takdir yang buruk, tatanan dan sistem kehidupan yang cacat, serta fitrah dan hati nurani yang mati, yang menjadikan manusia bukan seperti manusia yang semestinya.
Kita lupa siapa kita sebenarnya, lantaran ketidaksetaraan yang kita rasakan.
Mungkin beberapa insan bisa mengerti, bahwa inilah kehidupan, kita hanya harus bersabar dan menjalaninya dengan tabah. Tapi jauh dalam pemikiran insan yang berbeda, hidup ini menjadi tidak layak untuk disebut kehidupan. Kita tak seharusnya ada di dunia ini.
Seperti halnya kamu terlahir dengan keluarga kaya raya, sementara jika kamu melihat maps di google, mungkin saja tak jauh dari keberadaanmu, ada bayi yang terlahir di sebuah rumah gubuk, yang bahkan tak memiliki kebutuhan yang mencukupi.
Hidup ini perkara beruntung atau tidak. Mungkin kamu tak bisa memilih siapa keluarga yang akan menyayangimu kelak. Tapi beruntunglah kamu, karena kamu dilahirkan dalam keluarga yang utuh, keluarga besar yang menunggu kehadiranmu, dan mencintaimu sepenuh hati. Tapi kembalilah kamu lihat, di luar sana, banyak bayi yang dibuang orangtua kandungnya sendiri. Ada yang menerima keberadaannya, namun berujung memilukan, seperti adanya kekerasan pada anak.
Hidup ini hanya soal lebih beruntung apa tidak. Kamu mungkin tak akan pernah lupa betapa harumnya pelukan ibu dan ayahmu. Kalian bercengkerama di ruang keluarga dengan senyum simpul dan tawa tak terelakan. Dan suatu hari kamu dapat mengenangnya selagi orangtuamu tak ada lagi. Tapi... Ada seorang anak yang terpuruk di dalam kamarnya. Mendengarkan lagu melankolis dan sakit hati, karena tak kuat mendengar orangtuanya yang terus bertengkar.
Lagi-lagi hidup ini perkara lebih beruntung atau tidak. Beranjak dewasa, kamu menikah, pernikahanmu dihadiri kedua orangtuamu. Kamu menangis di kedua kaki ibu dan bapakmu, memohon izin untuk membangun baterah rumah tangga bersama pasangan hidupmu. Namuh ditempat lain, ada sepasang insan yang tak dapat kesempatan itu.
Mungkin sekarang kita tahu bagaimana terciptanya ketidakadilan. Suratan takdir yang buruk, tatanan dan sistem kehidupan yang cacat, serta fitrah dan hati nurani yang mati, yang menjadikan manusia bukan seperti manusia yang semestinya.
Kita lupa siapa kita sebenarnya, lantaran ketidaksetaraan yang kita rasakan.
Mungkin beberapa insan bisa mengerti, bahwa inilah kehidupan, kita hanya harus bersabar dan menjalaninya dengan tabah. Tapi jauh dalam pemikiran insan yang berbeda, hidup ini menjadi tidak layak untuk disebut kehidupan. Kita tak seharusnya ada di dunia ini.
0 komentar