Apakah aku berlebihan, ataukah ini wajar? Dengan segala hal yang kumiliki kini. Pangan, sandang, papan yang layak. Mengapa aku masih bersedih? Benarkah segala nikmat dan keindahan duniawi itu tidak bisa membeli kebahagian? Lalu mengapa semua orang mengejar itu? Sedangkan, kadang kala, semua itu tak pernah benar-benar membahagiakan. Aku dan kalian seolah berada di dalam samudera luas. Penuh dengan air dan ikan, tapi tak pernah merasa cukup. Ingin menyelam lebih dalam, dan berharap mendapatkan sesuatu yang lebih, harta karun mungkin."
Begitulah kiranya.
Saat terpuruk kamu tak lagi memikirkan apa yang kamu miliki, bahkan smartphone canggihmu itu sengaja kau banting, dan kau tidak peduli lagi kalau barang itu berharga mahal. Bahkan kau melupakan semua jerih payahmu.
Yang kau pikirkan hanya luka. Luka biru lebam yang tertanam entah di mana, karena kau sendiri tak bisa melihatnya, namun kau bisa merasakannya. Sakit memang.
Disaat tak ada seorang pun bisa menolongmu. Kau hanya bisa menjerit dalam hati, berharap di dengar angin, tapi kau jauh mengharapkan bila semua itu di dengar Tuhan.
Tapi lagi-lagi, pantaskah Tuhan mendengarkan segala lukamu itu? Kau bahkan hanya datang pada-Nya disaat kau butuh saja. Kurasa Tuhan juga punya hati, sama seperti kita.
Sekali lagi kita harus intropeksi diri. Memakhlumi semua luka ini, karena kita makhluk egois yang pantas menerimanya.
Meskipun begitu kau masih bertanya dalam hati, kalau seperti itu apakah arti dari hidup ini? Mengapa kau diciptakan ke dunia ini?
Karena kau berpikir, jika hewan saja memiliki tujuan dalam hidupnya seperti untuk penyeimbang ekosistem, dan ikan-ikan dilaut tercipta untuk memberi makan manusia serta fungsi lainnya yang jauh lebih berharga, serta tumbuhan yang tumbuh subur untuk mengenyangkan perut-perut manusia dan menjadi paru-paru dunia, lalu apa tujuannya manusia itu sendiri?
Apakah kita tercipta untuk sekedar memenuhi dunia dan mewarnai dunia saja? Atau kita hanyalah perusak bumi yang kian terpuruk? Atau mungkinkah kita hanyalah seorang manusia egoistis yang menyamar sebagai relawan sejati? Mungkin kita hanyalah sisa-sisa duka dan luka dari manusia-manusia yang lain?
0 komentar