Di era telekomunikasi, koefisien aktivitas manusia diimbangi dengan berbagai teknologi informasi. Mulai dari peralatan rumah tangga yang berbasis teknologi, hingga alat komunikasi yang dapat mendekatkan jarak jauh. Semua bisa diperoleh secara mudah dan praktis.
Menurut buku yang ditulis oleh Hery Nuryanto, teknologi informasi dapat dimaksudkan sebagai pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan pemanfaatan suatu informasi. Selain menyangkut perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), teknologi ini juga memperhatikan kepentingan manusia dalam pemanfaatannya.
Di Ibu Kota, tak sedikit manusianya yang sudah eskalasi kinerja dengan adanya teknologi informasi. Anak-anak bangsa yang berjiwa inovatif dan kreatif juga sudah memanfaatkannya dengan cukup baik. Semisal saja dalam bidang bisnis, seni dan budaya yang sudah diapresiasi banyak kalangan.
Namun, tidak sedikit dari kita, teknologi informasi sering disalahgunakan. Pemanfaatan yang kurang bijak sering menimbulkan pro-kontra dalam masyarakat. Terutama yang berhubungan dengan teknologi komunikasi yang berupa ponsel pintar.
Manusia dibiarkan leluasa menyebarkan informasi-informasi yang dimilikinya. Selama hal tersebut tidak merugikan orang atau pihak tertentu, tentu sah-sah saja. Bahkan saat ini, berbagai aplikasi berbasis android bermunculan dan dapat diunduh secara gratis. Dari mulai membantu aktivitas sehari-hari, hiburan, dan edukatif bisa ditemukan di sana.
Sekarang ini, edukasi rasanya, bukan hanya ditemukan di sekolah-sekolah formal saja. Memperhatikan guru berbicara di depan kelas, mengerjakan tugas, lalu mendapatkan nilai, itu sudah menjadi hal yang umum. Lalu bagaimana jikalau pendidikan diluar sekolah formal juga bisa didapatkan secara mudah. Hanya bermodalkan teknologi informasi yang sifatnya sudah mendunia, kita sudah bisa menyontek ilmu dari orang yang lebih pintar. Entah itu melalui google, youtube, atau semacamnya. Yang jelas, semua itu kembali ke modal awal, yaitu niat dan kemauan dari diri sendiri.
Menciptakan Smart City Indonesia bukan sekedar berpacu pada teknologinya, melainkan pada sumber daya manusianya. Teknologi informasi secanggih apapun tidak akan bermakna bila SDM-nya inferior. Harus ada keseimbangan dan adaptabilitas yang kontinuitas satu dengan yang lain.
Dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan bijak dan bermartabat, smart city Indonesia bukan lagi sekedar angan-angan. Namun, jika masyarakatnya masih belum bisa menyaring berbagai informasi yang didapatkan secara berkala, antara informasi yang valid dan invalid, berarti kita semua masih memiliki tanggung jawab yang besar.
Saya mengibaratkan informasi itu layaknya barang yang berjajar di balik etalase. Kita selaku penikmat, hanya perlu memilah barang apa saja yang sepatutnya berhak untuk dibeli. Harus pintar meredam dan mengenyampingkan ego demi membangun altruisme sesama.
Membuat konteks tulisan yang bermanfaat dan beredukasi, selain bisa menambah nilai rupiah, juga bisa membantu sesama dengan memberikan pendidikan secara nonformal. Memberikan tutorial yang berguna atau bersifat menghibur melalui website maupun konten video.
Berbagi ilmu tidak perlu membebankan seseorang dengan finansialnya. Memanfaatkan sumber dan fasilitas yang ada, merupakan aksi awal dalam membangun smart city yang lebih realitas. Dengan terus mengasah kemampuan dan minat yang ada pada diri sendiri, kita telah ikut serta melakukan perubahan ke arah yang lebih mumpuni.
Oleh karena itu, dari semua pembahasan yang saya tulis, faktor berpikir secara kritis memang masih saya kedepankan. Karena di abad ke-21 ini, teknologi informasi sudah menyentil banyak golongan untuk menyuarakan gagasan-gagasan mereka.
Yang terpenting, kembali lagi kepada manusia itu sendiri. Bagaimana mereka menyikapi era globalisasi seperti ini, dan bagaimana mereka mampu menyaring ketidakwarasan di luar sana dengan attitude masing-masing.
0 komentar