Kau selalu berkata kepadaku, dunia sedang diguncang, mengalami krisis multidimensi, dan overpopulasi. Sementara aku yang idealis, memeranginya dengan menyebutkan fakta-fakta yang pernah kudapatkan dari buku-buku yang pernah kubaca.
Kami takut akan masa depan. Bukan takut seperti apa cara kami akan mati. Atau mungkin, lebih cemas dengan kematian kami yang sia-sia.
Makhluk tak berguna seperti kami, seharusnya memikirkan permasalahan hidup yang kompleks, seperti hutang yang menumpuk, bagaimana bisa makan diakhir bulan, atau seperti aku, pemimpi seluas lautan, yang hasilnya hanya selebar daun kelor.
Semestinya itu yang kami khawatirkan, bukan permasalahan berat yang seharusnya dipikirkan para petinggi seperti pemerintah. Tapi rakyat malang seperti kami itu lebih peduli, karena kami yang langsung terkena imbasnya. Dari petani kecil hingga budak yang bekerja siang malam. Demi apa? Demi materi dan kepuasan yang tak bertepi.
Semua ini bersinambung, seperti simbol triskele, dalam makna harfiah yang buruk. Bentuk spiral yang saling berkaitan menciptakan efek besar yang luar biasa. Contohnya saja seperti negara konflik. Kalau tidak menembak, ya pasti bakalan ditembak. Kalau tidak memegang bom, ya pasti bakalan kena bom.
Lazimnya seperti yang sering kita temui ketika berkendara. Kalau tidak menabrak, ya kita yang bakalan ditabrak.
Aku beri contoh lagi yang lebih banyak. Kalau ibaratnya ikan hidup dilaut yang tercemar limbah beracun, ya ikan itu bakalan mati terpapar limbah.
So, bagaimana dengan kehidupan dan tatanan manusia sekarang?
What should I do?
Kata Budiman Sudjatmiko dalam bukunya yang berjudul "Anak-anak Revolusi", Bahkan tukang copet yang terpaksa mencopet pun, doa-doa malam paling khusuknya bukan tentang lepas dari penjara, tapi berharap lepas dari kemiskinan.
Kau memintaku untuk menjadi yang terbaik. Karena kau menjadi juru penyelamatku dalam lingkungan yang salah, dalam kesepian yang nyata, atau dari resahnya ketakutan, serta harapan yang mati.
Namun penyakit mental yang sudah terbentuk, membuatku lebih takut mengenai kenyataan. Aku bersembunyi dibalik teori dan suara-suara misterius dalam kepalaku.
Lalu, aku sempat kecewa denganmu, karena kupikir, aku akan kehilanganmu. Tak ada yang lebih menakutkan dari kehilangan. Sebab, serat-serat dalam tubuhku, hidup karena kehadiranmu.
Lagi, lagi aku menghindar demi membuat inkognitoku berhasrat kembali. Demi mengembalikan hasrat dalam kehidupan yang fana.
0 komentar