Tidak berasa, sudah bergabung sejak 2017
Dok. Pribadi
Hello! Weekend ini saya mau bercerita tentang pengalaman seru saya menulis di IDN Times. Memang agak telat, sih, baru berbagi pengalaman menulis di IDN Times, setelah hampir tiga tahun saya bergabung, tepatnya pada April 2017. Yah, bukannya pelit berbagi cerita, tapi belum ada niat yang disegerakan saja.
Menurut saya IDN Times itu relate banget sama generasi muda, dari bahasannya yang seru hingga bahasanya yang asyik. Pasti teman-teman yang lain, yang juga sudah bergabung menjadi community IDN Times, menulis pengalamannya di blognya juga. Nah, kalau ini pengalaman seru versi saya.
Berawal dari mengikuti lomba menulis di IDN Times
Saya agak lupa, lomba apa yang tepatnya saya ikuti, seinget saya, saya menulis lomba tentang keinginan dan cita-cita untuk membahagiakan orangtua saya, yang sudah meninggal (true story). Seingat saya itu bulan januari 2017. Karya tulis lomba itu saya kirim melalui email IDN Times. Dari situlah saya mengenal IDN Times
Tampilan website IDN Times masih sederhana saat itu, tapi sumpah, nyaman banget dilihatnya. Disaat itulah saya tertarik dan mulai berselancar mencari tahu dengan membaca artikel-artikel IDN Times. Saya makin terpesona saat mengetahui isi-isi artikelnya memiliki pengetahuan yang luas banget, friendly, menarik, dan benar, millennials banget. Sampai-sampai saya ketagihan membaca artikel-artikel di IDN Times. Pokoknya, beda dengan yang lain.
Saya pun terkejut ketika mengetahui bahwa IDN Times mengajak kaum muda untuk menulis di websitenya tersebut. Alih-alih menunggu hasil pengumuman lomba, saya memutuskan untuk masuk dan membuat akun di IDN Times yang terhubung dengan facebook saya. Dari situlah saya mulai membaca ketentuan dan syarat menulis di IDN times.
Note:
Setelah memeriksa email, ternyata ditemukan karya lomba yang saya kirimkan ke IDN Times. Foto penampakannya seperti di atas, guys!
Pertama kali mengirim artikel ke IDN Times
Setelah mendaftar di IDN Times, saya pun tertarik untuk menulis artikel di website tersebut. Apalagi saat itu IDN Times menampilkan penulis-penulis terpopuler di websitenya, dari posisi satu hingga kesepuluh. Saat itu saya belum terlalu berharap untuk mendapatkan poin yang bisa ditukarkan dengan uang. Lho, keterima aja belum tentu artikel saya.Tidak diduga artikel saya justru keterima yang berjudul Inilah 10 Novel Terpopuler di Tahun 2017. Saat itulah saya senang bukan main. Langsung saya share artikel itu ke semua media sosial. Sedikit pamer juga. Dari situ saya mulai semangat mencari inspirasi dan bahan untuk menulis artikel.
Selalu ditolak dan terkadang mengalami revisi naskah
Hal semacam ini sudah menjadi makanan saya. Awalnya sih, sedih. Kenapa coba artikel tidak di publish-publish, padahal kan sudah mencari referensi dan sumber ke sana ke mari. Ya, anggap saja belum jodoh, ya. Kalau kamu mau menulis di IDN Times, tantangan terbesarnya adalah penolakan.Penolakan adalah bagian perjuangan dari kehidupan. Ingat, ya, kita bukan anak sultan, yang minta apa aja bisa diturutin. Jika tidak ada penolakan, hidup terasa hampa, seperti jika tidak ada kamu.
Tapi, dari penolakan dan revisi ini, saya mulai belajar dari pengalaman. Jadi, menulis tidak asal menulis, apalagi menulis artikel sekelas IDN Times.
Mengalami pasang surut
Seperti hidup, mood saya dalam menulis artikel juga mengalami pasang surut. Jika tidak mendapatkan inspirasi, terkadang saya hanya berleha-leha tidak jelas. Saat itu saya tidak berpikir untuk mengejar poin di IDN Times. Jadi, jika ada inspirasi saya menulis, jika tidak ada, ya saya tidak menulis. Itu mengapa, penghasilan belum menjadi prioritas bagi saya.Pernah saya tidak menulis artikel untuk IDN Times hampir lima bulan lamanya. Namun, setelah vakum selama itu, saya mulai kembali menulis. Target saya, minimal dalam sehari saya menulis satu artikel, dari sanalah saya mulai mendapat penghasilan dari IDN Times.
Penghasilan di IDN Times
IDN Times itu tidak kaleng-kaleng dalam mengapresiasi penulisnya. Terbukti dengan banyaknya lomba beserta hadiah menarik, dan poin yang bisa ditukarkan uang bagi community IDN Times yang artikelnya di publish. Itu sebabnya, saya menjadi salah satu penulis yang setia di IDN Times.Apalagi semenjak ada fitur, Talk to Us, yang memungkinkan si penulis untuk berkomunikasi dengan adminnya jika mengalami kendala dalam menulis. Mimimnya juga solutif banget, lho. Menerima setiap keluh kesah kita dengan baik hati.
Penukaran poin dengan sejumlah nominal uang itu terbukti, lho, guys. Saya salah satu yang menikmati hasil jerih payah dari menulis artikel di IDN Times. Biasanya poin ini akan didapatkan dari event bulanan yang diadakan IDN Times. Jika kamu beruntung artikelmu diterima dan sesuai dengan salah satu event IDN Times, kamu bisa menukarkannya dengan poin. Dan jika poinmu sudah terkumpul minimal 2500 poin atau setara 250 ribu rupiah, kamu baru bisa menukarkannya melalui atm.
Kuncinya adalah, kamu harus selalu konsisten dan tidak mudah menyerah dalam mengirimkan artikel di IDN Times. Dan jangan lupa, ikuti ketentuan dan syarat penulisan yang berlaku di IDN Times, ya. Jangan ngasal, dan jangan samakan IDN Times seperti blog kita sendiri.
Terus menulis meski status artikel pending
Jangan galau atau gundah kalau artikelmu hanya bertengger distatus pending. Terus menulis saja, jangan gantungkan harapanmu hanya pada satu artikel yang sedang pending. Jika pendingnya lebih dari satu minggu, itu biasanya artikelmu ditolak.Menurut pengalaman saya, artikel saya tidak pernah masuk ke status rejected, biasanya hanya diam kalem di status pending. Tapi, baru-baru ini, artikel yang sudah lebih dari satu bulan dan tidak di publish, akan masuk ke status rejected dengan sendirinya, tanpa pemberitahuan.
Pesan saya, jangan menyerah dulu jika lima atau lebih artikelmu masih pending dan tak kunjung publish, community lain juga mengalami hal yang sama, kok. Saya sendiri saja sudah ada ratusan artikel yang pending atau mungkin memang sudah ditolak. Tapi saya tetap terus menulis artikel lain, tanpa mempedulikan artikel saya yang pending itu. Semangat ya, guys!
Nah, segitu dulu, ya. Saya hanya memberikan sedikit pengalaman saya menulis di IDN Times. Untuk lengkapnya, kamu bisa membacanya di web atau aplikasi IDN Times-nya langsung, ya. Di sana lebih lengkap, dan tentunya lebih jelas, dong.
0 komentar