Banyak yang bilang cantik itu menyakitkan, tapi seharusnya tidak mematikan, ya. Sayang sekali jika sebuah pelajaran dipetik dengan cara yang sulit dan salah. Selama berabad-abad lamanya, kosmetik digunakan untuk mempercantik diri, kan. Misalnya, seperti yang dilansir National Geographic, baik pria maupun wanita di Mesir kuno menggunakan eyeliner berwarna hitam dan hijau.
Masyarakat Mesir kuno pada waktu itu meyakini bahwa eyeliner dapat mencegah penyakit. Sayangnya, eyeliner mereka dibuat dengan bahan timbal, ya tentunya pasti ada efek sampingnya dong ya terkait masalah kesehatan. Faktanya, rentang hidup orang Mesir kuno umumnya hanya di usia 30 tahun, itu sebabnya, efek buruk eyeliner tersebut tidak dapat terdeteksi.
Baca Juga: 12 Elemen Kimia Paling Berbahaya Bagi Manusia
Penggunaan timbal dalam kosmetik cukup populer pada abad ke-17, 18, dan 19. Bahan timbal dianggap dapat membuat wanita terlihat pucat dan kulit menjadi halus (keduanya populer saat itu). Tentu saja, banyak orang yang menggunakan produk-produk yang mengandung timbal ini terpapar zat berbahaya. Yang paling terkenal itu Ratu Elizabeth I, yang menggunakan kosmetik yang mengandung merkuri, arsenik, dan timbal. Banyak yang percaya bahwa bahan-bahan ini menjadi penyebab kematiannya.
Ada pula Belladonna atau nightshade, tanaman beracun yang digunakan sebagai obat tetes mata, tulis History Collection. Tanaman ini bisa melebarkan pupil mata agar terlihat lebih menawan. Ya, lagi-lagi ini hanya distorsi visual, dan ujung-ujungnya berbahaya jika digunakan dalam waktu lama. Ada juga tren yang cukup meresahkan, di mana bahan radioaktif digunakan dalam berbagai produk kecantikan dan kesehatan.
Baca Juga: Radium Girls, 12 Fakta Gadis Pekerja Pabrik yang Berakhir Memilukan
Ditemukan pada tahun 1898 oleh Marie Curie, radium, elemen radioaktif, digunakan dalam sabun, pasta gigi, lipstik, dan produk rias lainnya, ungkap History Today. Zat ini memang memberikan efek cahaya hijau, yang memikat banyak orang. Padahal, penggunaan produk ini dapat menyebabkan keracunan radiasi dan kematian. Menurut Biography, zat ini bahkan membunuh Marie Curie sendiri setelah ia terpapar selama bertahun-tahun.
Di dunia fashion, khususnya pakaian di abad ke-19 itu mudah terbakar dan beracun. Anehnya, hal itu menjadi cara yang cukup umum untuk mati. Wanita mengenakan gaun tulle dan katun, karena pada saat itu penerangan rumah menggunakan lilin, minyak, dan perapian, bencana dan kematian sering terjadi. Selain itu, wanita memakai sisir seluloid di rambut mereka dan ini bisa meledak jika terlalu panas, ya ampun! Ekstrem banget tidak sih.
Arsenik tidak hanya digunakan dalam riasan, tetapi juga dalam barang-barang rumah tangga dan pakaian. Lilin, gorden, dan wallpaper semuanya mengandung arsenik. Saat kain dicelup dengan racun arsenik ini, kain akan berubah menjadi warna hijau cerah yang disebut hijau zamrud. Warna ini menjadi populer pada masanya dan digunakan untuk sepatu, sarung tangan, dan karangan bunga buatan.
Baca Juga: Pengobatan Hingga Kecantikan, Ini 11 Penggunaan Racun Dalam Sejarah
Jika terpapar, zat ini bisa mengakibatkan ruam, bisul, koreng, lecet, dan luka bagi pemakainya. Rambut juga bisa rontok sebelum merusak hati dan ginjal, yang tentu saja menyebabkan kematian. Efek ini juga akan dirasakan oleh pembuat pakaian atau produk tersebut. Pada akhir 1800-an, mode yang mengandung arsenik telah dihapus dan diganti dengan alternatif lain.
Pernah nonton "Alice's Adventures in Wonderland," dalam film tersebut, Hatter terkenal sebagai karakter eksentrik. Karakter ini terinspirasi oleh kehidupan nyata ketika pembuat topi terpapar merkuri. Jadi, dikutip Hat Realm, mereka yang berprofesi ini keracunan merkuri selama lebih dari 100 tahun ketika menciptakan topi berkualitas tinggi.
Pada abad ke-18 dan 19, topi dibuat dengan bulu binatang. Produsen akan menggunakan merkuri untuk membentuk bulu ini menjadi kain kempa. Akibatnya, pembuat topi akan terpapar merkuri melalui proses ini oleh uap dan debu.
Pembuat topi ini mengembangkan gejala neurologis dan psikologis. Mereka akan kehilangan gigi, ngiler, gemetar, berkedut, berhalusinasi, dan banyak lagi. Mungkin tidak ada kota lain yang merasakan efeknya lebih dari Danbury, Connecticut.
Pernah dikenal sebagai "ibukota topi", pembuat topi Danbury menyebut getaran itu sebagai "Danbury Shakes." Pada tahun 1860, keracunan merkuri pembuat topi dicatat untuk pertama kalinya dalam literatur medis. Namun, karena hanya mempengaruhi pekerja dan bukan masyarakat (mereka yang mengenakan topi dilindungi oleh lapisan topi).
Dengan bantuan Dr. Alice Hamilton, p ada tahun 1941, Connecticut melarang merkuri dalam pembuatan topi dan menggunakan hidrogen peroksida sebagai alternatif lainnya. Meskipun demikian, merkuri masih dapat ditemukan di tanah dan sungai terdekat di Danbury tempat pabrik pembuatan topi pernah berdiri.
Ya, dari fakta di atas, seharusnya kita sadar bahwa kecantikan ternyata bukan segalanya, ya. Apalagi jika cara dan prosesnya menyakiti diri sendiri apalagi mematikan. Tapi, semua itu balik lagi ke kalian. Meskipun ada baiknya kita belajar dari sejarah yang pernah ada. Bukankah peristiwa sejarah itu berulang?
Sumber
https://www.nationalgeographic.com/science/article/ingredients-lipstick-makeup-cosmetics-science-history
https://www.thecut.com/2013/12/most-dangerous-beauty-through-the-ages.html
https://www.quickanddirtytips.com/education/history/dying-to-be-beautiful-poisonous-cosmetics-in-medieval-times
https://historycollection.com/16-disgusting-cosmetic-products-used-throughout-history/12/
https://www.insider.com/dangerous-beauty-products-history-2018-8#radioactive-toothpaste-was-thought-to-whiten-teeth-7
https://www.historytoday.com/miscellanies/looking-radiant
https://www.biography.com/scientist/marie-curie
https://www.nationalgeographic.com/culture/article/dress-hat-fashion-clothing-mercury-arsenic-poison-history
https://www.racked.com/2017/3/17/14914840/green-dye-history-death
http://kvadratinterwoven.com/emerald-green
https://www.history.com/news/where-did-the-phrase-mad-as-a-hatter-come-from
https://www.hatrealm.com/why-was-mercury-used-in-hat-production/
https://connecticuthistory.org/ending-the-danbury-shakes-a-story-of-workers-rights-and-corporate-responsibility/
0 komentar