Kamu termasuk tidak?
![Masih Diyakini Orang, Ternyata 9 Hal Tentang Pandemik Ini Hanya Mitos](https://cdn.idntimes.com/content-images/community/2020/04/quarantine-daily-activities-protection-mask-23-2148480534-f0a2b308bb7aeca324dc399ff7d20444_600x400.jpg)
Di akhir tahun 2019, dunia dikejutkan dengan penyakit yang muncul di sekitar Wuhan, Cina. Dalam beberapa bulan, wabah itu telah menyebar ke seluruh dunia. Bahkan di Indonesia sendiri, kasusnya terus bertambah. Akibatnya, masyarakat dihimbau untuk tidak keluar rumah.
Meskipun ada banyak hal yang kita ketahui saat ini, namun tidak semuanya adalah kebenaran, lho. Penting bagi kita untuk mengetahuinya langsung dari sumber medis yang sah tentang apa yang harus dan tidak seharusnya kita lakukan selama pandemi. Cuci tangan sesering mungkin, lakukan jarak sosial, dan menjalani pola hidup sehat dan bersih.
Sayangnya, ada banyak mitos tentang coronavirus dan tentang wabah penyakit lain di luar sana. Apalagi adanya media sosial, semua orang lebih mudah menyebarkan informasi yang salah. Mari kita bahas beberapa fakta keliru tentang pandemik yang pernah terjadi di dunia.
1. Mengkonsumsi Vitamin C akan melindungi diri dari serangan virus
Menurut Live Science, gagasan itu pertama kali dianjurkan oleh Linus Pauling, seorang pria yang pernah memenangkan dua Hadiah Nobel. Dia pun pernah menulis buku tentang teori vitamin C-nya di tahun 1970-an. Namun sayangnya, tidak ada penelitian yang mendukungnya. Overdosis vitamin C sekalipun bahkan tidak bisa mencegah kita terkena flu biasa, apalagi virus COVID-19.
2. Minum air putih yang cukup akan melindungi kita dari virus
Ada satu postingan viral pada awal pandemi COVID-19 yang mengatakan bahwa, jika tidak ingin terserang virus, kita harus banyak minum air putih. Jika virus masuk ke mulut kita, air putih bisa membersihkan virus yang menempel di kerongkongan. Jika kita tidak minum air putih dengan cukup secara teratur, virus dapat masuk ke tenggorokan dan masuk ke paru-paru.Menurut Snopes, hal ini tidak benar. Minum air putih yang cukup memang bagus, tetapi itu tidak bisa membuat seseorang terbebas dari penyakit. Intinya, posting-postingan ini tidak didukung sumber-sumber yang terpercaya.
3. Wabah diciptakan di laboratorium
Ketika ada suatu masalah, secara naluriah banyak orang akan mencari seseorang untuk disalahkan. Begitulah cara kita memahami dunia: Hal-hal buruk bisa terjadi karena seseorang yang membuat itu terjadi, dan kita perlu mengidentifikasi pelakunya. Politisi adalah kambing hitam yang mudah disalahkan, karena mereka yang berkuasa. Mungkin itulah sebabnya Presiden Trump dan para pendukungnya saat itu, langsung menyematkan penyebaran COVID-19 dari Cina. Dalam sebuah tweet pada 16 Maret 2020, Trump menyebut bahwa penyakit itu adalah "Virus Cina."Menurut Vox, beberapa orang mengklaim bahwa COVID-19 tidak muncul secara alamiah tetapi diciptakan oleh pemerintah Cina di laboratorium penelitian level 4 (tingkat keamanan tertinggi) di Wuhan dan dilepaskan ke populasi. Klaim ini bahkan berhasil masuk ke Fox News.
Kelompok besar pakar penyakit infeksi telah mempelajari virus COVID-19 tersebut, dan mengatakan mereka memiliki bukti bahwa virus itu "baru dan berasal dari alam." Ini bukan pertama kalinya klaim ini dibuat tentang pandemik. Beberapa orang juga percaya bahwa Ebola berasal dari laboratorium juga, tetapi tidak ada bukti tentang hal itu.
4. Jaringan 5G dan keterlibatannya dengan COVID-19
Virus bukan satu-satunya hal yang menakutkan di dunia. Ada teknologi juga. Semisal saja Cina, COVID-19 berasal dari Wuhan, sebuah kota yang merupakan salah satu tempat pertama yang mencoba jaringan internet seluler baru, yakni 5G.Menurut The Next Web, dalam video berdurasi satu jam, dia menjelaskan bahwa 5G menyebabkan penyakit seperti adanya gejala keracunan radiasi. Video itu kemudian dibagikan oleh "peneliti UFO" dari Belanda John Kuhles yang mengatakan bahwa peluncuran 5G dan kemunculan virus itu "jelas bukan" kebetulan. Akhirnya, video tersebut viral dimedia sosial dan menimbulkan teori konspirasi seperti "mandatory vaccines," "chemtrails," dan "weaponized technology." Dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi organ seseorang dapat dihentikan dari jarak jauh.
Namun semua itu hanyalah mitos. Gagasan bahwa 5G itu berbahaya berasal dari penelitian yang cacat yang dilakukan pada tahun 2000, dan telah dibantah sepenuhnya. Dan Wuhan sendiri hanyalah salah satu dari 16 kota yang menguji 5G.
5. Masker akan melindungi seseorang dari penyakit
Kamu pasti pernah menyaksikan atau bahkan mendengar berita di media sosial terkait tisu toilet yang diburu banyak orang selama awal pandemi COVID-19. Pembersih tangan dan sabun, masker, semuanya ludes di pasaran. Tapi ada juga orang yang membeli dan menimbun barang-barang, terutama yang berhubungan dengan kesehatan.Kamu mungkin mengira bahwa masker medis atau masker biasa akan membantu melindungimu dari COVID-19. Bagaimanapun, profesional kesehatan dan dokter wabah memakainya, dan mereka bahkan rajin mencuci tangan! Tetapi menurut sebuah jurnal medis melalui New York Times, tidak ada bukti bahwa masker efektif untuk mencegah orang sehat tertular penyakit. Masker tidak mampu menghentikan virus, dan bahkan kebanyakan orang salah menggunakannya, selalu saja ada celah. Mengenakan masker mungkin membuat seseorang menyentuh wajahnya, dan disitulah virus bisa menyebar.
Masker juga hanya bisa dipakai selama beberapa jam, tetapi kebanyakan orang bahkan tidak sering menggantinya.
6. Pandemik flu 1918 berasal dari Spanyol
Mungkin kamu pernah mendengar pandemi "flu Spanyol" pada tahun 1918. Dan kamu berasumsi bahwa flu Spanyol pasti dimulai di Spanyol. Bahkan, hal ini sebenarnya sudah menjadi tradisi panjang penamaan penyakit yang bukan di mana mereka berasal. Misalnya, "penyakit Prancis," atau sekarang dikenal sebagai sifilis, sebenarnya berasal dari Amerika, lho.Menurut History, hal itu bermula karena komplikasi yang ditimbulkan dari Perang Dunia I. Selama konflik, Spanyol adalah salah satu dari sedikit negara di Eropa yang tetap netral. Saat banyak orang mulai sakit dan sekarat, negara-negara ini menekan informasi tersebut dari warga mereka dan dunia.
Karena Spanyol tidak berada di bawah batasan pers masa perang, jadi penyakit yang diderita masyarakat mereka menjadi berita utama. Banyak orang mendengar berita bahwa flu ini menghancurkan Spanyol. Spanyol akhirnya disalahkan, dan namanya tercemar. Pada kenyataannya, tidak ada yang tahu dari mana asalnya penyakit itu, meskipun Amerika Serikat, Prancis, Cina, dan Inggris bisa saja menjadi kemungkinannya.
7. Flu 1918 disebabkan oleh super-virus
Flu 1918 menjadi wabah menakutkan karena berbagai alasan. Menurut ahli mikrobiologi medis John Brundage melalui New Scientist, itu adalah peristiwa alam paling mematikan yang pernah terjadi dalam sejarah manusia baru-baru ini. Wabah itu datang tepat saat Perang Dunia I berakhir. Dan tidak seperti kebanyakan jenis flu lainnya, flu yang satu ini membunuh lebih banyak orang muda yang sehat daripada orang tua yang lemah. Angka kematian yang sangat tinggi, membuat banyak ilmuwan dan orang awam berpikir bahwa wabah itu merupakan super-virus.Tetapi masalah bukan berasal dari flu itu sendiri, melainkan komplikasi yang muncul seperti pneumonia bakteri. Para ilmuwan saat ini meyakini bahwa pneumonia bakterilah yang membunuh sebagian besar korban pada tahun 1918. Flu itu melemahkan sistem kekebalan tubuh dan merusak saluran pernapasan, sehingga memudahkan bakteri menjangkiti tubuh. Salah satu alasannya adalah banyaknya orang yang bertahan selama berminggu-minggu sebelum meninggal. Ini menunjukkan bahwa pneumonia adalah penyebabnya dan bukan flu.
8. Tikus adalah penyebab munculnya Black Death
Tikus sudah lama disalahkan atas Kematian Hitam (Black Death), wabah yang menyebar ke seluruh Eropa dan bagian lain dunia sekitar tahun 1348, menewaskan hingga 125 juta menurut beberapa perkiraan, atau lebih dari seperempat orang di dunia. Tikus bisa ditemukan dimanapun, dan mereka membawa kutu, yang diyakini sebagai penyebab wabah tersebut.Tapi menurut Live Science, ada bukti kuat bahwa wabah itu disebarkan oleh parasit. Dengan kata lain, kutu itu bukan berasal dari tikus. Para peneliti tidak menemukan catatan kontemporer yang menyebutkan sejumlah besar tikus mati. Walaupun dalam kasus modern, wabah memang biasanya disebarkan oleh kutu dari tikus yang menggigit manusia, Black Death menyebar jauh lebih cepat dan jauh lebih mematikan daripada wabah modern, yang pasti menyebar secara berbeda.
9. Negara maju tidak mudah terserang pandemik
Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan bahwa di awal abad ke-21 ini, sebagian besar ahli percaya bahwa patogen eksotis menyebabkan dampak buruk dan kesengsaraan di Afrika dan bagian padat penduduk di Asia Tenggara, namun hal ini seolah tidak menjadi masalah di negara-negara maju, dengan standar hidup yang tinggi dan sistem kesehatan yang berkembang dengan baik.Tetapi penyakit tidak peduli siapa kita atau dari mana kita berasal. Yang jelas, selama wabah SARS 2003, WHO mengatakan bahwa virus ini merenggut korban terbanyak di daerah perkotaan yang memiliki standar hidup tinggi.
Kesalahpahaman memang selalu terjadi ya ditengah-tengah kepanikan. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk meneliti dan menerima informasi dari sumber terpercaya.
0 komentar