![no title](https://cdn.idntimes.com/content-images/community/2022/05/mahdi-bafande-niacjebc0su-unsplash-1-5a4e3a860dbf6ff604dfd0b178ae4525-9d69913022a8f1d2ef456e35c4a193ec_600x400.jpg)
Maaf, jika aku belum bisa menjadi apa yang diharapkan. Sejujurnya, hanya ini yang bisa kuungkapkan. Bagiku, sikap seseorang terbentuk melalui keluarga, lingkungan, situasi, keadaan, dan kebiasaan. Jadi sepertinya sudah sangat jelas tentang apa yang akan kuceritakan di sini.
Aku memang tumbuh sebagai pribadi yang tidak percaya diri, tidak mudah bergaul, dan sulit membuka hati dengan orang yang baru ku kenal. Sepertinya hal ini juga dirasakan oleh beberapa orang, hanya saja tingkatku lebih ekstrem, hmm... Sepertinya... Tapi ini bukan keinginanku, yang ingin mengikuti tren-tren introvert atau gangguan anxiety, ini murni gangguan kepribadian yang terbentuk sejak aku kecil. Yang dibentuk oleh keluarga dan orang terdekatku sendiri, dan diperkuat oleh faktor lingkungan.
Semua terjadi sejak usiaku lima tahun, awal pertama aku masuk ke bangku taman kanak-kanak. Aku merasakan di mana aku tidak bisa membaur. Beda halnya jika di rumah, aku anak yang aktif dan memiliki imajinasi yang tinggi. Bahkan teman masa kecilku waktu di rumah itu sangat banyak dibandingkan temanku di sekolah.
Masih teringat jelas mengapa hal ini terjadi, orangtuaku, mereka tidak pernah menghargai kemampuanku sedikitpun. Mereka selalu memberitahuku kalau aku tak bisa berbuat apa-apa. Merendahkan apa yang kukerjakan dan kuhasilkan. Menganggap kalau aku tak mampu. Bagi mereka, orangtualah yang harus berperan penting dalam kehidupanku. Sampai-sampai aku menjadi anak yang manja, dan benar apa kata mereka, aku tak bisa apa-apa. Meskipun begitu, kuakui mereka orangtua yang baik.
Walaupun terus diragukan, aku bukanlah pribadi yang mudah menyerah. Aku selalu mengerjakan sesuatu yang ku suka. Bahkan aku belajar sekuat tenaga agar hasil ujian ku di SMP tidak bermodalkan contekan. Sampai suatu hari, momen trauma itu datang, penilaian buruk dari toxic people di luar sana telah memakan ibuku untuk melampiaskannya kepadaku.
Ibuku membandingkanku dengan teman sekelasku yang mendapatkan ujian dengan nilai yang lebih tinggi daripadaku. Toxic people di luar sana menjelekkanku di depan ibuku, kalau aku bodoh atau semacamnya. Padahal faktanya, nilai dia lebih tinggi karena dia membuat contekan, sementara aku tidak. Dari sini aku semakin rendah diri, aku semakin menganggap diriku tidak layak. Usahaku tidak dihargai sama sekali. Sungguh, momen yang sangat traumatis.
Sebenarnya banyak momen atau kejadian yang lebih buruk dari itu dalam hidupku. Namun aku tak mungkin menceritakan semuanya di sini.
0 komentar