Dalam perjalanan hidup, aku menemukan banyak pembelajaran
dari peristiwa-persitiwa yang aku alami maupun yang aku amati. Ya, hal ini berhubungan dengan masalah trust issue. Pernah dengar kan apa itu trust issue? Pasti pernah dong! Ya, trust issue itu adalah krisis kepercayaan kepada orang lain. Di sini aku mulai sadar bahwa krisis sudah menjalar ke mana-mana, bukan saja krisis ekonomi yang sering banget kita dengar.Saat tumbuh dewasa, aku memang gak pernah belajar gimana sih memproses emosi dengan benar. Bahkan, di lingkungan keluargaku yang notabennya tidak baik-baik saja, aku selalu berusaha merasionalisasikan itu, dan beranggapan bahwa "Oh, ini wajar kali ya".
Gak ada yang mengajariku bagaimana mengatasi emosiku yang bisa dibilang bar-bar, dan bahkan aku tuh gak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan aku sendiri. Itu kenapa, aku tumbuh dengan pribadi yang selalu diam dan gak berani mengungkapkan pendapat ataupun perasaan gak enak yang lagi aku alami. Parahnya lagi, aku gak tahu bagaimana caranya membangun kepercayaan dengan orang lain atau bagaimana sih menjalin hubungan yang nyaman dengan mereka. Aku juga gak tahu harus bersikap apa dengan perlakuan orang lain terhadapku.
Seiring berjalannya waktu, trust issue itu ternyata berkembang lebih dalam, pengalaman-pengalaman yang gak mengenakan dan cerita-cerita yang aku dengar, membuat aku semakin yakin bahwa untuk mempercayai orang itu gak mudah, bahkan gak harus.
Ini juga diperkuat dengan pengalamanku di masa kecil, contohnya saat aku melihat bagaimana bapakku memperlakukan ibuku, bagaimana abang-abangku memperlakukan orangtuanya, dan bagaimana orangtuaku memperlakukan aku. Ini jadi energi negatif yang akhirnya tertanam di bawah kesadaranku, bahwa sebenernya gak ada lho orang yang bisa kita percaya, bahkan keluarga kita sendiri.
Kenapa sih aku sebenci itu dengan orang lain? Kalian salah, aku gak pernah benci dengan orang lain, tapi aku hanya gak bisa percaya aja sama mereka, jadi aku tuh gak pernah deket banget sama orang, datar-datar aja, biasa-biasa aja, gak mau berlebihan apalagi berharap lebih sama orang lain. Justru akulah yang selalu menjadi korban keegoisan mereka.
Setelah dibentuk oleh lingkungan keluarga, trust issue ini juga dibentuk di lingkungan bermain, di mana aku selalu direndahkan orang lain, selalu dibanding-bandingkan, dan dikhianati sama orang yang sudah aku anggap teman sendiri.
Waktu SD, aku tuh punya temen yang selalu manfaatin aku, ini pas aku kelas 1 atau 2 SD, aku disuruh nulisin tugas dia, dan dia selalu nyontek, dan bodohnya aku mau aja. Itulah kelemahan aku. Terus waktu kelas 4 SD, aku punya temen sebangku yang pelit banget, sampe aku minjem penghapusan aja gak boleh, tulisan pensil itu akhirnya aku coret aja pakai pensil juga sangking gak dipinjemin apusan. Padahal, aku sendiri gak pernah pelit sama dia, aku punya apapun pasti aku kasih atau pinjemin kalau dia mau pinjem atau lagi butuh. Dari situ aku mikir, kok punya temen gini amat ya.
Terus waktu SMP, ada dua kejadian memalukan yang benar-benar jatuhin harga diriku di depan satu kelas, ini juga yang buat aku makin males buat deket atau percaya sama orang lain. Belum lagi, nemuin cinta pertama yang ternyata cuma mempermainkan doang dan patah hatinya gak hilang sampe lulus SMK.
Semakin dewasa, aku juga menemukan banyak orang yang selalu buat aku kecewa, sampai aku bingung aku harus gimana. Bahkan, orang deket banget yang udah aku anggap malaikat karena dia baik banget sama aku, ternyata kebaikan dia gak tulus, dan manfaatin aku, sampai akhirnya trauma besar itu datang.
Dulu aku belum tahu apa itu istilah trust issue, tapi makin kesini, aku makin sadar bahwa gak ada orang yang bisa aku percayain, bahkan pasangan aku sendiri. Kedengarannya parah, ya? Ya, tapi memang itu kenyataannya.
Apalagi, ada kasus di mana bapak perkosa atau bunuh anaknya sendiri, anak yang bunuh bapak atau ibunya sendiri, teman bunuh temannya sendiri seperti kasus Tangmo Nida yang sempat viral itu, terus yang terbaru, mantan pacar bunuh mantannya sendiri (kasus Elisa Mulyani). Jadi, ini dunia macam apa, sih?
Tapi serius ya, kekerasan macam ini memang NYATA dan ada! Ini terjadi juga dalam keluargaku. Dimana abangku pernah bilang, "Mending kita racunin aja bapak". Aku gak ngada-ngada, ini beneran aku alamin dan aku dengar jelas. Bahkan, keponakan dari suamiku pernah bilang mau bunuh ibunya sendiri karena kesal punya ibu yang gak pernah ngurusin anaknya dan selalu nyari masalah. Jadi, kasus teman racunin teman pake sianida, atau anak racunin orangtuanya itu bukan hal yang tabu, guys! Karena hal ini aku alami sendiri, meski memang gak pernah terjadi, ya.
Tapi, jika seseorang punya pemikiran seperti itu, gak ada yang gak mungkin hal itu bisa terjadi. Meski memang banyak yang gak terealisasikan, tapi pemikiran sejahat dan sekotor itu ternyata memang ada, bahkan pemikiran jahat itu justru datang dari keluarga sendiri, lho.
Oh, iya, mungkin kalian penasaran kenapa abangku bilang seperti itu. Pertama, bapakku memang memiliki watak yang keras atau istilahnya keras kepala. Waktu itu, ibu dan abang-abangku setuju untuk menjual rumah dan pindah dari lingkungan toxic itu, tapi bapak gak mau, dia bilang rumah itu sehidup semati buat dia. Tetapi permasalah terbesarnya terjadi ketika warisan bapak perlahan-lahan habis terjual, dan abangku takut jika "jatah" warisannya dijual juga. Disini dia marah, dan minta hak warisannya lebih dulu, karena takut dijual bapak. Akan tetapi, bapak gak ngasih gitu aja, karena dia tahu abangku ini belum nikah dan bapak sendiri pun masih hidup, jadi gak ada tuh bagi-bagi jatah warisan.
Karena masalah inilah rumahku dulu sudah seperti medan perang. Jadi, kalian tahu kan kenapa aku trust issue dan memiliki trauma berkepanjangan yang gak ada habisnya. Saat itu aku masih SMP, dan gak tahu-menahu dengan masalah yang ada, aku pun gak mau tahu juga sebenarnya.
Terlepas dari permasalahan yang ada, jelas, menyakiti orang lain itu adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan. Inilah mengapa aku berpikir, "mengapa manusia seperti ini? Ada apa dengan dunia?"
Aku memang tidak benci dengan manusia, tapi aku benci dengan diriku sendiri yang mudah dimanfaatkan dan tidak bisa membela diriku sendiri, meskipun aku tidak salah sama sekali.
Sekiranya, cukup sampai disini aja aku cerita tentang masalah trust issue ini. Sepertinya kalian juga lebih tahu kok dan mungkin pernah merasakan apa yang aku alami. Yuk, sharing, kamu boleh komen pengalamanmu disini. Aku senang banget kalau ada teman diskusi. Terima kasih sudah mau mampir dan membaca tulisanku, ya!
0 komentar