Dalam sejarah Amerika Serikat, kasus-kasus dipengadilan sering kali menjadi tempat pertarungan bagi hak-hak sipil. Jika kasus-kasus ini tidak dapat diputuskan di tingkat negara bagian, maka kasus-kasus tersebut akan dibawa ke Mahkamah Agung. Ada beberapa kasus pengadilan terkait masalah rasial, salah satunya Dred Scott. Namun sebenarnya ada banyak kasus lain dalam sejarah AS untuk menegakkan kesetaraan rasial ke federal.
Adanya hak dan kebebasan yang dinikmati banyak orang saat ini muncul akibat perjuangan orang-orang terdahulu yang menentang ketidakadilan. Tetapi tidak semua ketidakadilan berakhir dengan kemenangan, karena banyak kasus yang sampai ke pengadilan selama puluhan tahun, justru malah dibatalkan. Namun, banyak orang yang terus memperjuangkan kesetaraan mereka. Berikut ini adalah kasus pengadilan rasial paling fenomenal dalam sejarah AS.
1. Dred Scott vs. Sandford
Gugatan kebebasan secara historis memungkinkan orang-orang yang diperbudak untuk membela hak mereka untuk kebebasan dalam pengaturan hukum. Pada tahun 1846, Dred Scott menggunakan preseden ini untuk menuntut kebebasan keluarganya. Scott dan keluarganya dibawa ke wilayah Wisconsin oleh perbudakan Dr. John Emerson, seorang dokter Angkatan Darat. Karena itu merupakan perbudakan ilegal, Emerson pun kehilangan klaimnya atas Scott. Menurut Museum Nasional Sejarah dan Kebudayaan Afrika Amerika, Scott melakukan berbagai banding, dan kasus tersebut berakhir di Mahkamah Agung AS.
Pada tahun 1857, Mahkamah Agung memutuskan dalam Dred Scott v. Sandford bahwa karena orang kulit hitam bukan warga negara Amerika, mereka tidak memiliki hak untuk mengajukan klaim di pengadilan federal, yang mengakhiri tuntutan kebebasan. Mahkamah Agung juga memutuskan bahwa Kongres tidak memiliki hak konstitusional untuk melarang perbudakan. Putusan ini dibatalkan oleh Amandemen ke-13 dan ke-14, tetapi keputusan Dred Scott itu disebut sebagai "a stain" dalam sejarah negara tersebut.
2. Keputusan hak-hak sipil
Meskipun butuh waktu hingga tahun 1964 untuk menerapkan undang-undang hak sipil, tapi pengesahan undang-undang hal sipil di Amerika Serikat sudah terjadi hampir 100 tahun sebelumnya. Dilansir ThoughtCo., Kongres mengesahkan sejumlah undang-undang setelah Perang Saudara untuk memastikan kesetaraan ras. Yang paling luas adalah Undang-Undang Hak Sipil tahun 1875, yang mengkriminalisasi diskriminasi rasial di bisnis swasta, moda transportasi, dan tempat umum.
Terlepas dari undang-undang ini, banyak perusahaan, terutama di Selatan, menyiapkan ruang terpisah antara kulit putih dan kulit hitam. Akibatnya, orang kulit hitam mengalami banyak diskriminasi dan segregasi. Ada lima kasus, Amerika Serikat vs. Stanley, Amerika Serikat vs. Ryan, Amerika Serikat vs. Nichols, Amerika Serikat vs. Singleton, dan Robinson vs. Memphis & Charleston Railroad, yang berlanjut hingga ke Mahkamah Agung.
Hal itu terjadi pada tahun 1883, dalam keputusan 8-1 yang dikenal sebagai Kasus Hak Sipil (1883), Mahkamah Agung memutuskan bahwa Undang-Undang Hak Sipil tahun 1875 tidak konstitusional, karena baik Amandemen ke-13 maupun ke-14 tidak memberi Kongres kekuasaan atas tindakan individu dan bisnis swasta. Keputusan ini membatasi kemampuan pemerintah federal untuk menjamin kebebasan sipil, yang menyebabkan banyak negara bagian meratifikasi segregasi rasial menjadi undang-undang.
3. Kasus setara tetapi terpisah
Setelah Undang-Undang Hak Sipil dicabut, ruang-ruang terpisah muncul di seluruh Amerika Serikat, ditegakkan oleh undang-undang yang menetapkan "akomodasi yang setara tetapi terpisah". Pada tahun 1892, salah satu undang-undang ini ditentang oleh Homer Plessy setelah dia dihukum karena bepergian dengan gerbong kereta khusus kulit putih di Louisiana.
Dilansir laman PBS, Homer Plessy biasanya mengendarai mobil khusus kulit putih tanpa ada masalah apa pun. Penangkapannya pada tahun 1892 merupakan rencana yang diatur untuk menantang undang-undang segregasi di pengadilan. Komite bersekongkol dengan perusahaan kereta api hingga menyewa detektif swasta untuk memastikan penangkapan itu berjalan sesuai rencana.
Dalam Plessy vs. Ferguson, pengacara Plessy Albion Tourgée menyatakan bahwa hukum Louisiana melanggar hak Amandemen ke-14 atas perlindungan yang sama di bawah hukum. Sayangnya, Mahkamah Agung memutuskan 7-1 bahwa segregasi bukanlah inkonstitusional, karena kesetaraan yang dijamin oleh Amandemen ke-14 diterapkan pada hak politik daripada hak sosial. Pengadilan juga memutuskan bahwa perbedaan "terpisah tetapi setara" diperlukan jika orang kulit putih terus membedakan diri mereka dari ras lain dan dengan demikian tidak memiliki pengaruh negatif pada persamaan hukum.
4. United States vs. Wong Kim Ark
Amandemen ke-14 secara teknis menjamin kewarganegaraan bagi siapa pun yang lahir di Amerika Serikat, hal itu tetap diterapkan sampai adanya kasus pengadilan tahun 1898 United States vs. Wong Kim Ark. Sembilan tahun sebelum Undang-Undang Pengecualian Tiongkok disahkan, Wong Kim Ark disahkan. Ia lahir dari orang tua Tionghoa pada tahun 1873 di San Francisco. Orang tua Wong kembali ke Tiongkok, dan setelah salah satu kunjungannya pada tahun 1895, Wong ditolak masuk ke Amerika Serikat, petugas bea cukai mengklaim bahwa dia bukan warga negara AS dan dapat dideportasi berdasarkan Undang-Undang Pengecualian Tiongkok.
Seperti yang dirinci Politico, Wong menantang keputusan deportasinya dengan bantuan masyarakat imigran Tiongkok, membawa kasus tersebut ke pengadilan federal. Dalam kasus inilah Mahkamah Agung menguatkan gagasan kewarganegaraan sebagaimana yang diberikan oleh Amandemen ke-14, memutuskan bahwa apapun kewarganegaraan orang tuanya, siapa pun yang lahir di tanah Amerika Serikat adalah warga negara.
5. Ozawa vs. United States
Pada tahun 1914, Takao Ozawa mengajukan permohonan kewarganegaraan setelah berimigrasi dari Jepang ke California pada pertengahan tahun 1890-an sebelum menetap di Hawaii. Ozawa mengatakan bahwa dia fasih berbahasa Inggris, bahwa kulitnya sama putihnya, dan bahwa dia adalah orang Amerika sejati.
Setelah petisi Ozawa untuk naturalisasi ditolak, dia mengajukan banding berulang kali sampai kasusnya mencapai Mahkamah Agung pada tahun 1917 yang bernama Ozawa vs. Amerika Serikat, dengan alasan bahwa dia memenuhi syarat untuk naturalisasi karena undang-undang naturalisasi 1790 yang asli hanya mengecualikan orang kulit hitam dan asli. Namun, Mahkamah Agung memutuskan bahwa maksud dari ketentuan asli "bukanlah bahwa orang Negro dan India akan dikecualikan tetapi hanya orang kulit putih bebas yang akan dimasukkan," seperti yang dikatakan oleh Hakim Sutherland.
Hakim Sutherland mengatakan bahwa pengadilan tidak memperdebatkan fakta bahwa Ozawa adalah kandidat yang berkualifikasi tinggi untuk kewarganegaraan, masalahnya adalah apakah dia dapat dianggap sebagai "orang kulit putih merdeka atau tidak." Dan konsensus pengadilan menyatakan bahwa "kata 'orang kulit putih' dimaksudkan untuk menunjukkan seseorang dari ras Kaukasia."
6. United States vs. Bhagat Singh Thind
Secara tentatif, Amerika Serikat memberikan kewarganegaraan kepada orang India pada awal abad ke-20, seperti Bhicaji Balsara dan Sakharam Ganesh Pandit, namun praktik ini berakhir pada tahun 1923. Bhagat Singh Thind pertama kali diberikan kewarganegaraan pada tahun 1918, ketika ia bergabung dengan Angkatan Darat AS, tetapi statusnya tiba-tiba dihapuskan oleh Layanan Imigrasi dan Naturalisasi. Thind kemudian mengajukan permohonan kewarganegaraan pada tahun 1919, agar diterima sekali lagi oleh INS.
Menurut AAREG, Thind membawa kasus ini ke Mahkamah Agung dengan Amerika Serikat vs. Bhagat Singh Thind dan berpendapat bahwa karena orang India dianggap sebagai bagian dari ras Arya, maka mereka termasuk dalam kualifikasi Kaukasia sebagaimana yang juga disematkan pada Ozawa. Namun, pengadilan akhirnya membantah keputusan mereka pada Ozawa, karena meskipun Ozawa "Kaukasia", tapi itu bukan berarti "Kaukasia" dalam pengertian ilmiah atau antropologis.
Kulit putih harus dipahami secara umum, yang berarti mereka harus terlihat putih. Logika inilah yang memungkinkan orang Armenia dan Suriah menjadi warga negara naturalisasi dan menyangkal orang lain dari berbagai keturunan Asia. Standar kulit putih sebagai pengganti kewarganegaraan tetap berlaku sampai Undang-Undang Imigrasi dan Naturalisasi tahun 1965, yang menghapus ras dan asal-usul kebangsaan sebagai kriteria kewarganegaraan.
7. Gong Lum vs. Rice
Pada tahun 1924, Martha Lum yang saat itu berusia sembilan tahun tidak diperbolehkan bersekolah hanya karena ia keturunan Tionghoa. Keluarganya tinggal di Mississippi, yang hanya diperbolehkan bersekolah di sekolah terpisah pada saat itu. Seperti yang dilansir Zinn Education Project, orang tua keturunan China jarang sekali menyekolahkan anak mereka ke sekolah "colored". Mereka biasanya akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah kulit putih.
Lum bersekolah di sekolah kulit putih selama setahun, dan ketika orangtuanya, Jeu Gong dan Katherine, mencoba mendaftarkannya kembali pada musim gugur berikutnya, sekolah menolaknya lantaran tidak memenuhi syarat. Orang tuanya menggugat untuk mengakhiri segregasi Tionghoa dari sekolah kulit putih. Mereka memenangkan banding pertama, tetapi Mahkamah Agung Mississippi membatalkan keputusan tersebut, meminta mereka untuk membawa kasus itu ke Mahkamah Agung dengan Gong Lum v. Rice.
Mahkamah Agung menegaskan pembatalan Mahkamah Agung Mississippi, yang menyatakan bahwa karena Lum bukan "putih", maka menurut definisi, Lum itu "berwarna". Keputusan ini memperkuat segregasi, menetapkan preseden yang tidak akan dihapuskan selama 30 tahun sampai Brown vs. Board of Education.
8. Legalitas Internasional
Tiga bulan setelah Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang dan bergabung dengan Perang Dunia II, AS juga menyatakan perang terhadap penduduknya yang memiliki keturunan Jepang. Sebagaimana yang dijelaskan ThoughtCo., Perintah Eksekutif 9066, yang ditandatangani oleh Presiden Franklin D. Roosevelt pada tahun 1942, pada dasarnya mengizinkan militer AS untuk mengambil alih tanah sebagai zona militer dan memaksa orang keturunan Jepang pergi. Seiring dengan perintah sebelumnya yang membatasi pergerakan orang-orang dengan keturunan Jepang keluar dari Pantai Barat, perintah ini memulai penahanan paksa orang-orang Jepang di Amerika Serikat.
Pada tahun 1944, Fred Korematsu berusaha menghindari interniran paksa dengan mengubah namanya dan melakukan operasi wajah untuk menyamar sebagai orang Amerika Meksiko. Dia akhirnya ditangkap dan dihukum. Setelah menantang hukuman di pengadilan dengan bantuan ACLU, Korematsu mengajukan banding ke Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam Korematsu vs. Amerika Serikat.
Mahkamah Agung mendukung putusan tersebut, dengan memutuskan bahwa perintah eksekutif adalah konstitusional. Meskipun mereka mengakui adanya pelanggaran terhadap hak konstitusional masyarakat, mereka menyatakan bahwa interniran pada masa perang diperbolehkan oleh konstitusi, karena ini merupakan keputusan yang didasarkan pada kebutuhan militer, bukan ras. Kasus itu dibuka kembali pada tahun 1983, tetapi hakim federal di pengadilan distrik membatalkan hukuman Korematsu. Jadi, keputusan Mahkamah Agung tetap berlaku hingga 2018, namun itu ditolak sebagai bagian dari keputusan Mahkamah Agung dalam Trump vs. Hawaii.
9. Mengakhiri segregasi di sekolah umum
Pada tahun 1930-an, penyelenggara Black Matters mulai mengikis anggapan konstitusionalitas pendidikan terpisah. Dalam Sweatt vs. Painter dan McLaurin vs. Oklahoma, keduanya mencoba menegakkan keadilan pada tahun 1950. NAACP berhasil menantang gagasan "terpisah tetapi setara" dalam studi pascasarjana, dan menyiapkan pertarungan untuk Brown vs. Board of Education.
Pada tahun 1951, Oliver Brown mengajukan gugatan class action terhadap Dewan Pendidikan Topeka atas nama putrinya yang berusia sembilan tahun, Linda. Menurut Teen Vogue, keputusan "terpisah tapi setara" membuat sekolah umum terpisah memiliki kualitas pendidikan yang sangat berbeda dengan anak-anak kulit putih. Brown tidak bisa memasukkan putrinya ke sekolah kulit putih, dia pun menuntut haknya untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Kasus Brown adalah Brown vs. Dewan Pendidikan Topeka, dan menjadi salah satu yang mengkonsolidasikan keputusan Brown dengan lima kasus lainnya. Thurgood Marshall, yang kemudian menjabat di Mahkamah Agung sendiri, mewakili keluarga Brown dan berdebat atas nama semua kasus.
Meskipun sebagian besar hakim percaya bahwa segregasi tidak konstitusional, mereka tidak dapat mengoordinasikan argumen mereka pada akhir masa pengadilan. Pengadilan mengulangi kasus tersebut pada tahun 1953, dimana Hakim Fred Vinson meninggal dan digantikan oleh Hakim Earl Warren. Kali ini, para hakim mengambil keputusan dengan suara bulat yang menyatakan bahwa pemisahan secara inheren itu tidak setara, memicu perjuangan untuk hak-hak sipil.
10. Hernandez vs. Texas
Hingga Hernandez vs. Texas, Amandemen ke-14 dianggap hanya memberikan perlindungan kepada orang kulit hitam dan kulit putih. Orang Meksiko dianggap berkulit putih, meskipun mereka mengalami pemisahan yang mirip dengan yang dialami orang kulit hitam. Di kota Edna, Texas, tempat Pete Hernandez diadili, tidak ada satu pun keturunan Meksiko yang pernah menjadi hakim setidaknya selama 25 tahun. Kasus ini juga menjadi contoh pertama pengacara Meksiko-Amerika yang bisa berbicara di hadapan Mahkamah Agung.
Dikutip Tarlton Law Library, Hernandez dituduh melakukan pembunuhan pada tahun 1950 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup setelah dinyatakan bersalah oleh hakim berkulit putih. Ketika pengacara Hernandez, Gustavo (Gus) GarcÃa, mengajukan banding atas putusan tersebut, dia tidak membantah kesalahan Hernandez tetapi dia Hernandez seharusnya memiliki hak keadilan atas persidangannya, sebagaimana diatur dalam Amandemen ke-14. GarcÃa menyatakan bahwa terdapat pengecualian sistematis orang-orang dengan keturunan Meksiko dari hakim di Edna, sementara negara bagian Texas berpendapat bahwa tidak ada diskriminasi terhadap orang Meksiko.
Pada akhirnya, GarcÃa mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa bukan saja orang Meksiko yang dianggap sebagai kelas yang berbeda dari kulit putih, yang ditunjukkan oleh berbagai contoh segregasi, tetapi pengadilan Texas dengan sengaja memperlakukan tidak adil mereka yang memiliki nama khas Spanyol. Mahkamah Agung memutuskan mendukung Hernandez, menyatakan bahwa Amandemen ke-14 memberikan perlindungan dari diskriminasi tanpa memandang kelas ras atau kebangsaan, asalkan diskriminasi dapat dibuktikan.
11. Hak sipil Inc. vs. United States
Di Heart of Atlanta Motel, Inc. vs. Amerika Serikat-lah keputusan Kasus Hak Sipil dibatalkan. Meskipun segregasi dan diskriminasi rasial dilarang di tempat umum oleh Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964, namun banyak bisnis menolak untuk berintegrasi. Banyak negara bagian terus mengesahkan undang-undang Jim Crow.
Dalam kasus Heart, pemilik Motel Heart of Atlanta menggugat pemerintah, dengan alasan bahwa Kongres tidak berhak mengatur bisnis antar negara bagian. Mereka juga mengklaim bahwa Undang-Undang Hak Sipil melanggar hak Amandemen Kelima mereka, karena membatasi kemampuan mereka untuk memilih pelanggan mereka sendiri.
Para hakim menyimpulkan bahwa Kongres sudah bertindak sesuai kewenangan mereka. Pasalnya, karena hotel berada di jalur jalan raya, diskriminasi mereka akan memengaruhi perdagangan antarnegara bagian. Mereka juga menyimpulkan bahwa UU Hak Sipil sama sekali tidak melanggar Amandemen Kelima. Dengan keputusan ini, kekuatan Kongres untuk memberlakukan undang-undang anti diskriminasi ditegakkan setelah dikalahkan pada tahun 1883.
12. Keadilan atas nama cinta
Larangan pernikahan antar ras pertama kali ditentang pada tahun 1883 dengan Pace vs. Alabama, meskipun Mahkamah Agung menyimpulkan bahwa larangan tersebut tidak diskriminatif karena hukumannya sama untuk orang kulit hitam dan kulit putih. Preseden ini berlaku sampai tahun 1964, ketika McLaughlin vs. Negara Bagian Florida membatalkan larangan hubungan antar ras, membuka jalan bagi Loving vs. Virginia, yang akhirnya mencabut larangan pernikahan antar ras.
Mildred Jeter dan Richard Loving menikah pada tahun 1958 di Washington DC, mereka harus meninggalkan Virginia untuk menghindari Undang-Undang Integritas Rasial. Tetapi ketika mereka kembali ke Virginia setelah baru menikah beberapa minggu, polisi menggerebek rumah mereka di tengah malam dan menuduh mereka kumpul kebo serta melanggar hukum. Meskipun Loving menunjukkan akta nikah, sheriff meremehkan akta itu, dengan alasan bahwa akta itu tidak valid. Seperti yang disebutkan Time, Jeter bahkan tidak mengidentifikasi diri sebagai Black, malah mengidentifikasi sebagai Indian-Rappahannock, dan mengklaim bahwa dia memberi tahu petugas polisi tentang hal itu ketika mereka pertama kali datang untuk menangkapnya.
Terlepas dari itu, pasangan tersebut akhirnya mengaku bersalah. Sesuai dengan kesepakatan pembelaan mereka, akhirnya mereka meninggalkan negara di bawah hukuman penjara. Pada tahun 1963, Jeter menghubungi ACLU, yang setuju untuk membawa kasus tersebut. Dengan bantuan mereka, kasus tersebut sampai ke Mahkamah Agung, dengan putusan bahwa larangan pernikahan antar ras tidak konstitusional.
Tidak disangka, masalah rasial ini memang sudah berakar dari sejarah Amerika Serikat di masa lalu. Semoga masalah rasial tidak lagi menjadi hambatan di semua dunia, ya!
http://legalnews.com/detroit/1474356
https://www.sos.mo.gov/archives/resources/africanamerican/timeline/timeline2.asp
https://nmaahc.si.edu/blog-post/human-factor-history-dred-scott-and-roger-b-taney
https://www.teenvogue.com/story/naturalized-citizens-live-in-fear-of-status-reversal
https://constitutioncenter.org/blog/dred-scott-decision-still-resonates-today-2
https://raskin.house.gov/media/press-releases/raskin-cosponsors-legislation-remove-bust-dred-scott-jurist-us-capitol
https://www.thoughtco.com/1883-civil-rights-cases-4134310
https://law.jrank.org/pages/5249/Civil-Rights-Cases.html
https://search.credoreference.com/content/entry/jhueas/plessy_v_ferguson/0
https://www.thirteen.org/wnet/supremecourt/antebellum/landmark_plessy.html
https://www.nola.com/news/article_a11a310a-0f86-54f6-9a34-89372abf0c91.html
https://law.jrank.org/pages/24786/Plessy-v-Ferguson-Significance.html
https://immigrationhistory.org/item/united-states-v-wong-kim-ark-1898/
https://qz.com/1447349/an-1898-us-supreme-court-case-confirmed-birthright-citizenship/
https://www.politico.com/magazine/story/2018/10/31/birthright-citizenship-wong-kim-ark-222098
https://books.google.com/books?id=eeA1DwAAQBAJ&pg=PT301#v=onepage&q&f=false
https://www.americanheritage.com/1922-seventy-five-years-ago-3
https://www.pbs.org/race/000_About/002_04-about-03-01.htm
http://encyclopedia.densho.org/Ozawa_v._United_States/
http://www.discovernikkei.org/en/journal/2011/6/20/issei-pioneers/
https://immigrationhistory.org/item/takao-ozawa-v-united-states-1922/
http://www.zoroastrian.org.uk/vohuman/Article/Bhicaji%20Balsara,%20First%20Zarathushti%20US%20Citizen.htm
https://www.saada.org/item/20130128-1266
https://www.saada.org/tides/article/bhagat-singh-thind-in-jail
https://aaregistry.org/story/united-states-v-bhagat-singh-thind-ruled/
https://immigrationhistory.org/item/thind-v-united-states%E2%80%8B/
https://law.justia.com/cases/federal/district-courts/F2/6/919/1551454/
https://www.abajournal.com/magazine/article/a_court_decides_who_is_white_under_the_law
https://pdfs.semanticscholar.org/1b3b/7a6ecb64de7aefa116ba7a19e15b36be8f8c.pdf
https://www.zinnedproject.org/news/tdih/case-martha-lum/
http://www.greenbag.org/v18n2/v18n2_articles_white.pdf
https://books.google.de/books?id=pcLQCgAAQBAJ&pg=PA205&lpg=PA205#v=onepage&q&f=false
https://time.com/4533476/lum-v-rice-water-tossing-boulders/
https://legaltalknetwork.com/podcasts/aba-journal-modern-law-library/2017/05/how-a-chinese-american-family-challenged-school-segregation-in-1920s-mississippi/
https://www.thoughtco.com/korematsu-v-united-states-104964
https://law.jrank.org/pages/24289/Korematsu-v-United-States-Significance.html
https://www.uscourts.gov/educational-resources/educational-activities/facts-and-case-summary-korematsu-v-us
https://edition.cnn.com/2018/06/26/politics/korematsu-supreme-court-travel-ban-roberts-sotomayor/index.html
https://americanhistory.si.edu/brown/history/3-organized/legal-campaign.html
https://americanhistory.si.edu/brown/history/3-organized/power-of-precedent.html
https://www.teenvogue.com/story/brown-v-board-64th-anniversary-segregation-still-persists
https://www.uscourts.gov/educational-resources/educational-activities/history-brown-v-board-education-re-enactment
https://www.oyez.org/cases/1940-1955/347us475
https://tshaonline.org/handbook/online/articles/jrh01
https://books.google.de/books?id=xy5YCwAAQBAJ&lpg=PT43&ots=LoUb3hI5yl&dq=first%20instance%20of%20Mexican-American%20lawyers%20spoke%20before%20the%20Supreme%20Court%20hernandez&pg=PT43#v=onepage&q&f=false
https://tarlton.law.utexas.edu/clark/mexican-american-civil-rights
https://books.google.de/books?id=J1WRQBjFLTUC&lpg=PA37&pg=PA39#v=onepage&q&f=false
https://www.thestoryoftexas.com/discover/artifacts/hernandez-v-texas-spotlight-050115
http://sites.gsu.edu/us-constipedia/heart-of-atlanta-motel-inc-v-united-states-1964/
https://tarlton.law.utexas.edu/clark/heart-of-atlanta-v-georgia
https://www.thoughtco.com/pace-v-alabama-1883-721606
https://www.encyclopediavirginia.org/Racial_Integrity_Laws_of_the_1920s
https://www.aclu.org/issues/racial-justice/loving
https://www.biography.com/activist/mildred-loving
https://time.com/4362508/loving-v-virginia-personas/
0 komentar