Minim Manfaat, 10 Pengobatan Kuno Ini Justru Berbahaya bagi Tubuh

Pengobatan kuno ini sangat eksis di zamannya

Minim Manfaat, 10 Pengobatan Kuno Ini Justru Berbahaya bagi Tubuhilustrasi buang darah di toko tukang cukur yang sekaligus dokter (commons.wikimedia.org/Egbert van Heemskerk)

Verified Writer
Verified Writer

Di seluruh dunia dan sepanjang sejarah, setiap budaya memiliki pengobatan yang mereka yakini selama berabad-abad, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, karena pengetahuan kedokteran telah meningkat, para profesional menghindari atau meninggalkan pengobatan tersebut.

Mengutip laporan Journal of Military and Veterans' Health, arsenik pernah digunakan sebagai pengobatan leukemia pada 1930-an. Penelitian masih berlangsung terkait apakah arsenik dapat digunakan sebagai pengobatan kanker yang efektif atau tidak, tetapi seperti yang kita tahu, arsenik sangatlah beracun.

Orang Yunani kuno, khususnya, memiliki kepercayaan bahwa tubuh terdiri dari empat cairan yang berbeda, yang semuanya harus seimbang. Teori itu telah hilang seiring berjalannya waktu, tetapi gagasan beberapa dokter Yunani ini pernah dipercaya selama ribuan tahun. Berikut adalah beberapa pengobatan kuno yang justru berbahaya ketimbang memberikan manfaat.

1. Merkuri, obat beracun untuk pengobatan sifilis 

Sifilis diobati dengan berbagai metode selama bertahun-tahun, tapi hanya sedikit yang berhasil. Jika tidak diobati secara efektif, seseorang yang menderita sifilis akan mengalami bisul, demam, dan nyeri otot. Bisul berubah menjadi bopeng dan luka di sekujur tubuh, termasuk di tenggorokan dan mulut. Pada akhirnya, kulit, tulang, organ dalam, sistem saraf, dan sistem kardiovaskular akan mengalami kerusakan permanen.

Dokter Swiss abad ke-16, Paracelsus, merekomendasikan pengobatan luka sifilis dengan salep merkuri, yang merupakan metode pilihannya, karena dia tahu bahaya keracunan yang dapat terjadi akibat meminum merkuri, tulis laman Pharmaceutical Journal.

Dia juga merekomendasikan untuk menghirup asap merkuri, atau lebih baik lagi, keduanya sekaligus. Paracelsus tahu bahwa merkuri bisa digunakan sebagai obat tetapi ia juga menyadari risikonya. Sayangnya, paparan merkuri yang terlalu lama dapat menyebabkan keracunan dan akhirnya kematian. 

Obat berbahan merkuri masih tersedia hingga awal abad ke-20, tetapi penisilin, yang dikembangkan pada 1940-an, terbukti menjadi pengobatan yang jauh lebih efektif dan lebih aman untuk sifilis.

2. Opium digunakan untuk obat tidur

Opium digunakan oleh orang Mesir dan Romawi kuno sebagai obat tidur, sebagaimana yang dijelaskan History Extra. Dokter Romawi kuno bernama Galen merekomendasikan untuk membeli minuman berbasis opium yang disebut anggur kretik untuk membantu mengatasi masalah sulit tidur. Akan tetapi, risiko opium sudah dikenal bahkan di zaman kuno.

Tabib Yunani bernama Dioscorides bahkan memperingatkan untuk tidak mengonsumsi opium secara berlebihan agar tidak overdosis. Namun, bagi orang Romawi, bunuh diri bukanlah dosa, sehingga beberapa lansia yang menderita penyakit yang berkepanjangan memilih opium untuk mengakhiri hidup mereka.

Opium ditanam di Mesir dalam skala besar, ini diketahui ketika sejarawan menemukan wadah berisi residu opium di kuburan Mesir. Bahkan, opium sudah ditanam di Mesopotamia. Sejarawan juga mengetahui hal ini karena penggambaran artistik opium pada ukiran dan patung. Dalam bahasa Yunani kuno, dewa tidur, Hypnos, dan dewa kematian, Thanatos, juga digambarkan dengan mahkota bunga opiumnya.

Pengobatan opium bisa mengakibatkan depresi berat, yang menyebabkan ketergantungan lebih lanjut pada obat adiktif. Kecanduan juga mengarah pada penemuan morfin dan heroin, keduanya juga membuat ketagihan. Penggunaan opium sebagai obat nyatanya menyebabkan kematian dan peperangan.

3. Tembakau digunakan untuk mengobati batuk dan pilek oleh penduduk asli Amerika 

Ketika Christopher Columbus melakukan perjalanan ke Amerika, dia melihat penduduk asli Amerika menggunakan tembakau untuk menyembuhkan sejumlah penyakit, seperti pilek dan demam, tulis sebuah artikel di Journal of Royal Society of Medicine. Columbus membawa tembakau ke Eropa, di mana beberapa dokter menganggapnya sebagai obat mujarab dan menyebutnya "ramuan suci". Namun, biarawan Fransiskan Andre Thevet memperingatkan bahwa tembakau bisa membuat pingsan dan membuat lemah.

Columbus juga mengamati orang-orang di Kuba merokok dengan tembakau dan menggunakannya untuk menangkal penyakit. Tembakau juga digunakan oleh penduduk asli untuk memutihkan gigi, terutama bila dicampur dengan kapur. Bahkan di abad ke-20, tembakau digunakan dalam berbagai pengobatan, seperti untuk mengobati kutu air, dan pasta gigi berbahan dasar tembakau terus dijual secara komersial di India pada abad ke-21.

Tentu saja, semua orang sekarang tahu bahwa tembakau menyebabkan kanker dan masalah paru-paru, dan telah membunuh jutaan orang di seluruh dunia. Tembakau mengandung nikotin, yang merupakan zat adiktif. Merokok tembakau bersifat karsinogenik, tetapi para ahli masih mempelajari tembakau secara mendalam.

4. Tinja digunakan untuk mengusir roh hingga sebagai alat kontrasepsi 

Orang Mesir kuno menggunakan kotoran hewan untuk mengusir roh, dan untuk khasiat kesehatannya, mereka menggunakannya untuk kontrasepsi, seperti dilansir Medical Daily. Meskipun beberapa kotoran hewan mengandung zat antibiotik, namun kotoran dapat menyebabkan tetanus dan infeksi lainnya, karena kotoran cenderung menyebarkan penyakit.

Pada 1600-an, dokter Irlandia bernama Robert Boyle mengobati katarak dengan mengeringkan kotoran manusia, menghancurkannya menjadi bubuk dan meniupkannya ke mata pasien. Mimisan juga diobati dengan kotoran babi yang dihangatkan.

Saat ini, profesional medis menggunakan kotoran manusia untuk tujuan diagnostik. Konon, transplantasi feses dapat digunakan untuk mengobati kolitis berulang dengan mengisi kembali keseimbangan bakteri, seperti dikutip Johns Hopkins. Ini bukan konsep baru. Di Tiongkok kuno, orang sakit juga akan menjalani pengobatan "sup kuning", di mana kotoran manusia akan dibuat menjadi kaldu untuk mengobati diare.

Faktanya, tinja dapat menyebabkan mual, diare, muntah, dan demam karena bakteri di dalamnya, seperti E. coli dan salmonella. Itu semua adalah bakteri normal yang ada di usus manusia. Hepatitis A dan E juga terdapat pada tinja.

5. Buang darah dilakukan untuk menyeimbangkan tubuh

Buang darah telah digunakan selama ribuan tahun lamanya. Bagi orang Yunani, buang darah dilakukan untuk menyeimbangkan cairan tubuh. Hippocrates percaya bahwa tubuh terdiri dari empat cairan: darah, empedu kuning, empedu hitam, dan dahak. Jika empat cairan ini tidak seimbang, maka penyakit bisa datang. Penyakit ini dapat diobati dengan menghilangkan cairan yang berlebihan, misalnya dengan mengeluarkan darah melalui lintah, seperti yang dijelaskan oleh British Columbia Medical Journal.

Namun, buang darah dapat mengundang infeksi. Misalnya, pada 1799, seorang dokter dipanggil untuk merawat George Washington, yang sedang demam dan kesulitan bernapas. Dokter, dengan bantuan George Rawlins, mengeluarkan 3,75 liter darah George Washington selama beberapa jam, dalam jumlah hingga 0,51 kilogram sekaligus.

Oleh karena itu, lebih dari separuh darah di tubuh Washington dikeluarkan dalam upaya menyembuhkan penyakitnya. Washington meninggal pada malam berikutnya karena menderita epiglotitis dan syok. Faktanya, hampir tidak mungkin menyembuhkan penyakit ketika darah yang notabennya untuk memberikan kehidupan diambil dalam jumlah yang sangat banyak.

Itulah sebabnya mengapa saat mendonorkan darah, petugas memastikan pendonor tidak pingsan, karena kehilangan darah yang ekstrim bisa menyebabkan kematian.

6. Kokain digunakan sebagai anestesi 

Kokain (daun koka) digunakan oleh suku Inca sebagai obat mujarab. Pelancong Italia bernama Amerigo Vespucci menulis tentang penduduk asli Inca yang menggunakan tanaman itu dalam memoarnya. Suku Inca mengunyah daun koka untuk mengobati depresi, lapar, dan lelah. Meskipun penjajah Spanyol awalnya tidak percaya dengan khasiat tanaman itu, tetapi mereka melihat fakta bahwa tanaman itu memberikan energi ekstra bagi para budak untuk menambang perak, seperti yang dijelaskan Regional Anesthesia and Pain Medicine.

Kokain akhirnya menyebar ke Eropa dan Amerika Serikat, di mana ia dinikmati sebagai teh dan permen karet, serta obat bius dalam pembedahan. Dokter mata bernama Wina Carl Koller pertama kali menggunakan kokain sebagai estetika pada 1884.

Kokain kemudian populer sebagai obat di Amerika dan Eropa. Namun kokain dapat menyebabkan masalah jantung dan stroke karena meningkatkan tekanan darah tubuh, seperti yang dilaporkan Very Well Mind. Tanda-tanda penyalahgunaan kokain termasuk depresi, paranoia, dan kekerasan. Kokain akhirnya diklasifikasikan sebagai narkotika setelah diidentifikasi memiliki potensi penyalahgunaan dan menimbulkan keresahan sosial. Penggunaan medisnya pun sangat dibatasi saat ini.

7. Belerang digunakan untuk mengembalikan posisi rahim

Di Yunani kuno, orang percaya bahwa rahim akan bergerak di dalam tubuh jika seorang perempuan sudah lama tidak melakukan hubungan seksual. Rahim juga dianggap untuk terus bekerja menghasilkan anak. "Rahim yang bergerak" dianggap sebagai penyebab histeria, mati lemas, dan kejang, bersama dengan beberapa kondisi lainnya.

Belerang adalah obat pilihan bagi perempuan yang mengalami rahim bergerak. Pasien perempuan difumigasi dengan belerang dan resin ter, lalu lotion-nya dipijat ke paha mereka. Mereka juga akan dipijat dan dimandikan. Para ahli di zaman itu percaya bahwa rahim sangat terganggu dengan bau tak sedap yang dikeluarkan belerang sehingga ia akan kembali ke posisi semula, seperti dilansir Medical Independent.

Namun, menghirup belerang dapat berdampak negatif pada hidung, paru-paru, tenggorokan, dan mata, membuat seseorang kesulitan bernapas, serta mengalami pembengkakan paru-paru, sebagaimana yang diungkapkan Agency for Toxic Substances and Disease Registry.

Saat ini, belerang digunakan sebagai asam sulfat, yang dimasukkan ke dalam baterai dan pupuk, hal itu jelas sangat tidak direkomendasikan untuk dihirup.

8. Urin digunakan untuk terapi 

Urin telah digunakan sebagai terapi selama ribuan tahun, terutama untuk infeksi virus dan bakteri. Petunjuk untuk terapi ini ditemukan dalam artefak dari Mesir kuno, Yunani, dan Roma, serta dalam teks yogi India dan dokumen dari Tiongkok kuno. Urin biasanya akan terkontaminasi ketika berada di luar tubuh, tetapi belum tentu beracun. Namun, minum urin dapat menyebabkan muntah, diare, dan demam, seperti yang dilaporkan The American Journal of Nephrology. Urin juga bisa membuat seseorang dehidrasi.

Sebuah studi di Pan African Medical Journal menggambarkan bahwa beberapa orang Nigeria memberikan urin kepada bayi dan anak kecil yang menderita kejang untuk pengobatan. Terapi tradisional ini semakin populer karena meningkatnya jumlah kemiskinan. Orang yang menggunakan terapi urin juga menunjukkan resistensi yang besar terhadap antibiotik biasa.

9. Trepanasi untuk mengatasi nyeri pada tengkorak dan masalah gangguan neurologis 

Selama ribuan tahun, manusia mempraktikkan operasi yang disebut trepanasi, atau melubangi tengkorak seseorang dengan mengebor, memotong, atau menggoresnya. Trepanasi kemungkinan dilakukan karena nyeri pada tengkorak atau karena gangguan neurologis. Selain itu, trepanasi juga dilakukan sebagai ritual. 

Trepanasi yang ditemukan di sebuah makam keluarga yang diduga berasal dari Zaman Tembaga di Rusia menunjukkan bahwa lubang-lubang itu dibuat di obelion, sebuah titik di bagian atas dan belakang tengkorak. Area ini sangat berbahaya untuk dilubangi, karena letaknya tepat di atas tempat darah dari otak berhenti sebelum mengalir ke pembuluh darah otak yang mengalir keluar, hal ini bisa berisiko mengalami pendarahan hebat, tetapi banyak juga yang selamat.

Namun, tengkorak lain menunjukkan bahwa beberapa orang tidak bertahan lama setelah operasi trepanning. Trepanasi tidak dipraktikkan lagi, meskipun praktik tersebut tetap bertahan hingga abad ke-19.

10. Obat dari tubuh seseorang yang sudah meninggal, seperti darah untuk mengobati kejang

Mengonsumsi berbagai bagian tubuh orang yang sudah mati telah menjadi obat selama ribuan tahun. Darah, tulang, dan lemak digunakan untuk mengobati penyakit di Eropa. Namun, meskipun Raja Charles II meminum pecahan tengkorak manusia yang dicampur ke alkoholnya, dia akhirnya meninggal karena kejang karena perawatan medis yang menyiksa.

Dokternya mengeluarkan banyak darahnya setelah ia kejang, memberinya enema, dan obat-obatan. Raja Charles II kemudian dicekoki dengan minuman yang mengandung alkohol dan tengkorak yang dihancurkan pada hari ketiga perawatan, tapi meninggal beberapa hari kemudian. 

Darah dianggap mampu mempertahankan vitalitas bahkan setelah kematian, jadi harus dikonsumsi sebagai obat secepat dan sesegar mungkin, meski ini sulit. Orang miskin di zaman itu bahkan menghadiri eksekusi untuk membayar secangkir darah segar dari orang yang dieksekusi, tulis Smithsonian Magazine.

Darah jika diminum dalam jumlah yang banyak dapat membuat seseorang muntah, karena sistem pencernaan manusia tidak dapat mencernanya. Seseorang yang mengkonsumsi darah juga bisa mengalami masalah jantung dan hati, karena tubuh menyerap terlalu banyak zat besi dalam darah yang diminum, sebab tubuh tidak memiliki cara untuk membuangnya, tulis laman Healthline.

Dalam sejarah umat manusia, manusia mencari pengobatan untuk menyembuhkan penyakit yang mereka derita. Beberapa pengobatan sudah ada sejak berabad-abad lamanya, seperti kulit pohon willow yang sekarang menjadi bahan utama untuk aspirin. Namun, ada pula pengobatan yang kurang efektif dari yang diperkirakan sebelumnya, atau justru dapat membahayakan pasien. Beberapa pengobatan bahkan bisa membunuh, seperti 10 pengobatan yang telah kita bahas.

Sumber
https://jmvh.org/article/arsenic-the-poison-of-kings-and-the-saviour-of-syphilis/
https://pharmaceutical-journal.com/article/opinion/syphilis-and-the-use-of-mercury
https://jmvh.org/article/syphilis-its-early-history-and-treatment-until-penicillin-and-the-debate-on-its-origins/
https://www.historyextra.com/period/ancient-history/ancient-drug-use-history-how-what-for-opium-hemp/
https://www.arcgis.com/apps/Cascade/index.html?appid=2f2f6e15db9a4d8282141f9ff2cbf55c
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1079499/
https://medlineplus.gov/ency/article/002032.htm
https://www.medicaldaily.com/use-poop-medical-treatments-throughout-history-400497
https://www.theguardian.com/commentisfree/2015/apr/06/ninth-century-remedy-mrsa-powdered-poo
https://www.hopkinsmedicine.org/gastroenterology_hepatology/clinical_services/advanced_endoscopy/fecal_transplantation.html
https://www.research.va.gov/currents/winter2015/winter2015-11.cfm
https://www.healthline.com/health/what-happens-if-you-eat-poop#What-happens-to-a-person-when-they-eat-poop?
https://bcmj.org/premise/history-bloodletting
https://allthatsinteresting.com/bloodletting
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17687926/
https://smartdrugpolicy.org/a-short-history-of-cocaine/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22531385/
https://www.verywellmind.com/does-cocaine-have-any-legit-medical-uses-1124135
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2485453/
https://wwwn.cdc.gov/TSP/MMG/MMGDetails.aspx?mmgid=249&toxid=46
https://www.karger.com/Article/Pdf/13436
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3032614/
https://web.archive.org/web/20160829123933/http://www.bbc.com/earth/story/20160826-why-our-ancestors-drilled-holes-in-each-others-skulls
https://www.targethealth.com/post/britains-charles-iis-medical-treatment-led-to-his-suffering-and-death
https://www.smithsonianmag.com/history/the-gruesome-history-of-eating-corpses-as-medicine-82360284/
https://www.healthline.com/health/drinking-blood#precautions
0 komentar