Seleksi Alam? (Part 2)



Halo, teman-teman, yang gak tahu ini tulisan ada yang baca apa enggak :) Kita lanjut lagi ya bahas seleksi alam. Aku tanya, sekarang mulai berasa, kan kalau Indonesia semakin gelap gulita. Ya, semoga yang dikatakan Ibu Kartini bisa terealisasikan, ya. "Habis gelap, terbitlah terang." Amin Ibu. Semoga gelapnya gak lama-lama, ya Bu. Soalnya jalan di tempat gelap tuh ada aja ujiannya, nanti nabrak meja-lah, kejedot tembok-lah, grepe-grepe gak jelas kan minta petunjuk arah, tapi yang lain juga lagi pada kegelapan. Hehe, tapi ini bukan soal mati lampu.

Pemerintah memang lagi gak baik-baik aja. Masalah terus dateng bertubi-tubi, berita gak ada tuh yang positif, adanya negatif terus. Ya, gak apa-apa, namanya juga mengulang sejarah. Ingat, ya! Masa damai itu jarang banget terjadi dalam sejarah. Tapi ingat juga, rakyat akan selalu jadi korban.

Untuk saat ini, aku pun yang kena imbas dari Indonesia gelap gak bisa ngasih solusi. Intinya, kita nangis bareng-bareng aja :D Tapi aku ke ingat dengan kata-kata seorang ilmuwan bernama Jane Goodall. Intinya gini, uang itu sumber malapetaka dan kehancuran, semakin kaya seseorang, maka semakin jauh orang itu dari kebijaksanaan. Hanya orang-orang berhati bersih aja yang bisa. Tapi tahu sendiri kan dunia lagi seperti apa. Katanya Jane Goodall, kita lebih baik hidup sederhana, berkecukupan, katanya kalau bisa kita miskin aja sekalian. Eits, tunggu dulu. Maksud miskin di sini itu gaya hidup kita yang gak over consumption, gak hedon, gak gengsian. Ya, pokoknya gitu lah. Istilahnya itu kembali kepada fitrah.

Kalau kamu gak mau kena seleksi alam, ya kamu harus kembali ke fitrah. Gimana sih caranya? Yuk, di mulai dari hal-hal kecil dulu. Contoh, mengurangi makanan kemasan, jajanan, minuman-minuman manis yang ada di supermarket, intinya tren boba itu lah. Selain gak bagus buat kesehatan kamu, terutama ginjal, kamu juga secara gak sadar mengurangi sampah. Mulai beralih ke makanan fresh food. Makanan yang diolah sendiri. Kurangi juga makanan ultra-processed food (UPF), karena penyakitnya banyak banget, guys, dari mulai peradangan sampai penyakit-penyakit jangka panjang. Jurnalnya banyak banget di google, kamu bisa search sendiri, ya.

Nah, saat kamu mulai beralih ke makanan fresh food, kamu pun akan menghasilkan sampah organik. Contohnya, kamu motongin bawang atau sayur, nah, itu kan ada sampahnya. Sampah organik ini jangan kamu campur ke sampah non-organik, ya, karena sayang banget bisa berakhir di tempat pembuangan sampah akhir. Kamu bisa lihat sendiri bahayanya kaya gimana. TPA sampah bisa meledak lho, karena itu tadi, sampah organik tadi mengendap jadi tumpukan gunung sampah yang akhirnya gak bisa terurai. Sampah tersebut menghasilkan gas metana yang akhirnya bisa meledak. Kasusnya ada, kamu search di google.


Terus apa solusinya? Yap, balik ke fitrah. Kamu bisa manfaatkan sampah organik itu sebagai pupuk. Gak pernah menanam? Ya, mulai dari sekarang! Gak mau kena seleksi alam, kan? Kamu bisa mulai berkebun, belajar dari internet. Ilmu sekarang mudah banget di dapat, pertanyaannya, kamu mau gak belajar? Menanam sendiri, berarti kamu sudah menanam satu kebaikan untuk diri kamu sendiri, lingkungan, dan juga alam. 

Lalu, masalah diapers atau popok sekali pakai dan juga pembalut. Aku udah 3 tahun ini mengurangi popok sekali pakai buat anakku, popok sekali pakai di pakai kalau cuma pergi aja. Di rumah aku usahain pakai clodi yang bisa di cuci. Hal ini aku lakukan karena sungai kita udah banyak banget sampah popok sekali pakai. Guys, coba pikir panjang. Gimana kalau suatu hari nanti perubahan ikim semakin parah (ya, memang akan semakin parah), krisis air bakalan terjadi. Kalau sungai aja kita kotorin, nanti kalau krisis air terjadi, otomatis kita gak bisa manfaatin air sungai, dong. Ya, karena sungainya tercemar. Kamu mau minum air limbah dan sampah? Ini juga berlaku untuk pembalut. Sudah 3 tahun lebih aku pakai pembalut kain.

Satu lagi, aku pernah di bully gara-gara pernah bilang kalau orang semakin kaya semakin pelit. Terus aku bilang, berbuat baik itu gak perlu nunggu jadi orang kaya, dengan kita gak menyakiti sesama atau nipu sesama aja itu udah berbuat baik. Nah, ternyata banyak yang ke-trigger. Apa mereka merasa, ya? Aku ngomong gini karena pengalaman pribadi dan mengamati sekitar, gak bermaksud menyindir siapa pun, tapi kalau emang ada yang kesindir, berarti dia merasa, kan. Suamiku sendiri ketipu sama sahabatnya sendiri yang udah kenal dari kecil. Ditipu dan dikhianati gara-gara uang. Mereka rela merusak persahabatan gara-gara duit, dan ya, dia kena karma. Suami juga pernah ditipu sama orang yang ngakunya ustadz, bayangin guys ustadz nipu. Terus contohnya aja koruptor, mereka udah kaya, tapi mereka tamak, seperti kasus Pertamina yang lagi heboh sekarang. Ngerugiin negara dan rakyat pula. Jadi, apa aku salah ngomong gitu? Lagian, di zaman gelap kaya gini, mana bisa jadi kaya kalau bukan harus jadi pejabat dulu. Ingat, kita sekarang pakai sistem rimba!

Di sisi lain, selama ini kita emang gampang banget nyalahin pemerintah, tapi warga sendiri atau bahkan diri kita sendiri minim kesadaran. Emang benar ini salah pemerintah yang gak bisa mengedukasi rakyat, (sengaja sih emang kayanya), gak becus olah anggaran, dan selalu menyengsarakan rakyat, tapi bukan berarti rakyat gak bisa upgrade diri untuk bisa lebih baik lagi. Padahal, sehat dan menjaga lingkungan itu murah, kok. Kamu gak perlu punya mobil Alphard buat bisa peduli sama diri sendiri dan lingkungan. Tapi ini masalah mindset. Ya, udah segitu dulu. Nanti kalau mood, lanjut lagi.
0 komentar