Seberapa tangguh manusia dapat bertahan?
Umat manusia menyimpan banyak catatan mengenai wabah. Mungkin yang paling terkenal adalah Black Death abad pertengahan, tapi itu bukanlah wabah satu-satunya. Ada wabah lain juga, seperti wabah abad ke-17 yang menewaskan satu dari lima warga London. Lalu ada penyakit dari Tiongkok, namun tidak dilaporkan secara resmi hingga tahun 1959. National Geographic mengatakan bahwa wabah yang pertama kali muncul adalah Wabah Justinian, yang menewaskan sekitar 10.000 orang setiap harinya di Konstantinopel pada abad ke-6.
Ada juga wabah pes. Dan wabah yang 100 persen mematikan yakni wabah pneumonia fatal dan wabah septikemia. Ada wabah lain yang digambarkan sebagai wabah yang menakutkan karena membunuh dengan cara yang menyakitkan dan mengerikan.
Manusia terlalu percaya diri kalau mereka memiliki peluang untuk bertahan hidup. Meskipun secara statistik, yang tewas akan lebih banyak daripada yang hidup. Dan jika kita terjebak dalam wabah di dunia nyata, mungkinkah kita mampu bertahan hidup. Nah, inilah alasan mengapa manusia tidak selamat dari wabah terburuk dalam sejarah.
1. Kelaparan membuat manusia lebih mudah terjangkit wabah
Tidak ada yang benar-benar tahu berapa banyak orang yang terbunuh ketika Black Death melanda seluruh Eropa pada Abad Pertengahan. National Geographic mengatakan bahwa korban yang tewas sekitar sepertiga dari populasi Eropa, sedangkan The Harvard Gazette mengatakan bahwa korban kematian bisa lebih tinggi dari setengahnya. Tetapi mengapa wabah itu begitu dahsyat?Peneliti Harvard menemukan catatan tertulis yang menunjukkan adanya krisis pangan dan masa paceklik dalam beberapa dekade menjelang wabah. Cuaca dingin dalam waktu yang lama di sebagian besar Eropa menyebabkan penduduknya kekurangan makanan, dan orang yang dilanda krisis pangan akan lebih mudah terserang wabah.
Lynn Harry Nelson, profesor emeritus sejarah abad pertengahan di University of Kansas, mengatakan bahwa musim semi pada tahun 1315 dan musim dingin pada 1316, mempengaruhi hasil panen pertanian Eropa dan pada tahun 1317, banyak lansia yang tewas karena kelaparan. Butuh waktu bertahun-tahun agar pasokan makanan kembali pulih.
2. Setiap wabah menyerang golongan usia tertentu
Setiap kali ada wabah, biasanya anak kecil dan usia lanjut memiliki risiko tinggi (dan juga mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah). Menurut penelitian yang dilakukan oleh antropolog Pennsylvania State dan University of Albany, seperti yang dilansir dari LiveScience, tidak semua orang memiliki peluang yang sama untuk hidup atau mati karena Black Death. Anak-anak, orang tua, dan orang-orang yang menderita penyakit, atau hidup dalam kondisi kelaparan, akan mudah terserang.Namun wabah ini sangat berbeda ketika flu Spanyol pecah pada tahun 1918, menewaskan sebagian besar orang yang berusia antara 20 dan 40 tahun. Dikutip dari Atlantic, menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Arizona, kelompok usia tersebut terpapar pada satu jenis penyakit tertentu. Flu memang penyakit kecil. Namun, strain flu itu berubah menjadi sesuatu yang ganas, dan karena kelompok usia tersebut tidak pernah terpapar pada penyakit seperti itu sebelumnya, akhirnya mereka tidak memiliki kekebalan.
Wabah juga terjadi dalam sejarah baru-baru ini. Wabah H5N1 menjangkiti korban yang lebih muda, karena mereka yang lahir setelah 1968 tidak memiliki pengalaman dan kekebalan dengan jenis flu itu.
3. Penyebaran yang tak terduga
Influenza memang sudah umum terjadi, tetapi ada masa dalam sejarah di mana penyakit itu sangat mematikan. Pada tahun 1918, flu Spanyol menewaskan antara 40 dan 50 juta orang. BBC menyebutnya sebagai "greatest medical holocaust in history ".Ada beberapa hal yang membuat seseorang tidak mungkin selamat jika terkena flu Spanyol. Pertama, flu Spanyol hadir pada saat Perang Dunia I. Kehidupan pada saat itu sangat mengerikan, baik bagi prajurit di garis depan maupun bagi mereka yang ada di rumah. Parit di medan perang menjadi tempat yang sempurna untuk menyebarkan penyakit dan membuatnya berkembang dengan cepat. Di masa itu manusia juga kekurangan vitamin, kekurangan gizi, dan menderita infeksi atau cedera lainnya. Ditambah lagi, setiap prajurit bertempur dalam jarak yang dekat, disitulah virus menyebar dengan mudah.
4. Peringatan kepada masyarakat yang menjadi kendala besar
Belum ada internet ketika beberapa wabah terbesar dan paling mematikan terjadi. Namun bukan berarti pemerintah tidak memiliki akses untuk menyebarkan informasi kepada masyarakatnya.Pejabat kesehatan masyarakat di seluruh kota menyebarkan informasi dan penyuluhan terbaik agar masyarakatnya tetap sehat dan aman, seperti melembagakan karantina di seluruh kota, menutup sekolah sementara, dan melarang pertemuan sosial berskala besar.
Tapi kendalanya, kebanyakan masyarakat pada waktu itu masih buta huruf. Jadi pemerintah agak kesulitan ketika harus mengeluarkan peringatan melalui surat kabar. Akhirnya, lebih banyak masyarakat yang terjangkit sebelum mereka bisa mencegahnya.
5. Tidak bisa melarikan diri dari kematian
Menurut Vice, wabah varietas Black Death sebenarnya tidak menyebar jika melakukan kontak dengan orang mati. Namun, wabah ini disebarkan oleh kutu, dan kutu inilah yang masih bersemayam di tubuh orang mati.Dilansir dari LiveScience, ketika wabah meletus di Madagaskar pada tahun 2017, para pemerintah meminta masyarakatnya untuk mengakhiri ritual yang disebut "famadihana", atau menari dengan orang mati. Karena mayoritas masyarakat di sana meninggal akibat wabah, jadi pejabat kesehatan khawatir jika ritual adat itu bisa menyebarkan penyakit yang lebih lanjut.
6. Wabah memiliki metode yang sempurna untuk menyerang korbannya
Wabah pes adalah salah satu penyakit mematikan yang pernah ada. Menurut penelitian dari Leverhulme Centre for Human Evolutionary Studies di Cambridge, seperti yang dilansir dari Medical Daily, wabah bakteri pernah ditemukan dalam DNA orang yang sudah mati sekitar 5.783 tahun yang lalu. Sampai temuan itu, wabah diyakini muncul sekitar 1.500 tahun yang lalu.Anehnya, wabah versi kuno tidak terlalu mematikan. Namun wabah yang sangat mematikan muncul pada akhir milenium kedua hingga awal milenium pertama SM, ketika strain kuno bermutasi menjadi sesuatu yang membuatnya sangat destruktif. National Geographic mengatakan strain mutan ini menyerang dengan cara tertentu. Pertama menyerang sistem kekebalan inang, dan menghancurkan sel-sel yang bertanggung jawab untuk menentukan infeksi bakteri. Lalu bakteri berkembang biak dengan bebas, dan nanah yang berisi bakteri itu terbentuk, menyebar melalui kutu dan menularkannya ke orang berikutnya.
7. Terkadang wabah disebarkan secara sengaja
Wabah memang cukup sulit untuk dihindari ketika tersebar secara alami. Namun terkadang, banyak oknum yang mencoba menyebarkannya ke populasi tertentu dengan sengaja, dan itu menjadi jauh lebih mematikan. Cacar, misalnya, Pusat Nasional untuk Biodefense mengatakan bahwa pada abad ke-14 banyak orang Tartar menggunakan wabah sebagai senjata, melemparkan mayat-mayat korban cacar ke kota-kota untuk menyebarkan penyakit kepada penduduk musuh.Hal serupa dilakukan selama Perang Prancis dan India pada pertengahan abad ke-18, ketika komandan Inggris memerintahkan agar selimut yang digunakan oleh korban cacar didistribusikan untuk suku-suku asli Amerika. Dari semua suku yang terinfeksi, 50 persennya meninggal.
8. Karantina yang berakhir sia-sia
Karantina sudah ada sejak lama, dan menurut CDC, karantina pertama kali dilakukan di Dubrovnik pada tahun 1377. Atlas Obscura mencatat bahwa ketika wabah meletus di London pada abad ke-17, mereka mengarantina wilayah sekitar dan di kota. Namun penyebaran penyakit masih cukup tinggi karena penyebarannya dilakukan oleh tikus dan kutu. Akhirnya wabah itu menyebar dari St. Giles ke Whitechapel.9. Pengembangan vaksin
Sejak para ilmuwan menemukan bagaimana virus, bakteri, dan vaksinasi bekerja, umat manusia mampu melakukan beberapa hal menakjubkan. Namun sayangnya, penemuan itu berujung dengan senjata makan Tuan. Vaksin yang mampu melawan wabah masih diteliti dan diuji di abad ke-21, menurut LiveScience, sehingga vaksin belum ada di abad ke-14. Namun, beberapa vaksin tidak diterima karena penciptanya adalah orang Yahudi.Waldemar Haffkine lahir di Rusia pada tahun 1860, di usia 30 tahun, dia bekerja di Institut Pasteur dan mempelajari mikroorganisme yang menyebabkan kolera. Dia memberikan penyuluhan untuk pencegahannya, mengembangkan vaksin yang dia uji pada dirinya sendiri dan beberapa temannya, lalu ia menghabiskan lebih dari 20 tahun hidupnya untuk merawat dan mengimunisasi pasien di India.
Tapi, menurut Haffkine Collection di Hebrew University, ia sempat mengalami masalah. Kecurigaan atas apa yang dikerjakannya berakhir dengan upaya pembunuhan, dia dituduh sebagai seorang teroris, dan antara tahun 1902 dan 1907, ia diadili atas kematian 19 orang di Punjab. Untungnya, dia dibebaskan dan melanjutkan penelitiannya untuk membuat langkah besar di bidang pencegahan.
10. Wabah yang resisten terhadap obat-obatan
Pada tahun 1996, dua jenis wabah ditemukan di Madagaskar, dan menurut National Geographic, salah satu jenis wabah itu resisten terhadap obat-obatan standar yang biasanya diberikan kepada pasien wabah. Para peneliti menemukan sesuatu pada bakteri wabah itu yang disebut plasmid, dan plasmid itu membawa gen yang membuatnya kebal terhadap obat-obatan. Plasmid yang sama juga ditemukan pada bakteri jenis lain, seperti salmonella, dan itu cukup mengkhawatirkan.Organisasi Kesehatan Dunia menyebut resistensi antibiotik adalah salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan global hari ini, dan juga salah satu konsekuensi utamanya adalah meningkatnya kematian.
Setiap jaman dan peradaban memang membawa kesedihan tersendiri, ya. Tak terkecuali wabah, yang sepertinya masih tetap ada sampai hari ini.
Sumber:
https://www.nationalgeographic.com/science/health-and-human-body/human-diseases/the-plague/
https://news.harvard.edu/gazette/story/2016/01/did-famine-worsen-the-black-death/
http://www.vlib.us/medieval/lectures/black_death.html
https://www.livescience.com/9561-black-death-selective.html
https://www.theatlantic.com/health/archive/2016/11/flu-memory/507287/
http://www.bbc.com/future/story/20181029-why-the-flu-of-1918-was-so-deadly
https://www.vice.com/en_au/article/xd5ebw/a-history-of-burial-rituals-during-the-worlds-worst-epidemics-324
https://www.historytoday.com/archive/black-death-greatest-catastrophe-ever
https://www.livescience.com/60783-dancing-with-dead-madagascar-plague.html
https://www.medicaldaily.com/bubonic-plague-wasnt-always-so-deadly-mutation-made-disease-so-lethal-358716
https://www.ijidonline.com/article/S1201-9712(04)00130-4/fulltext
https://www.pastmedicalhistory.co.uk/smallpox-and-the-conquest-of-mexico/
https://www.atlasobscura.com/articles/a-condensed-history-of-quarantines-success-and-failure
https://www.livescience.com/56483-vaccines-plague-bacteria.html
https://www.researchgate.net/publication/267247263_Between_Faith_and_Reason_Waldemar_Haffkine_1860-1930_in_India_Western_Jews_in_India_From_the_Fifteenth_Century_to_the_Present_Ed_By_Wenneth_X_Robbins_Marvin_Tokayer_Delhi_Manohar_2013_P_161-178
https://www.semanticscholar.org/paper/Waldemar-Mordecai-Haffkine%2C-CIE-(1860-1930)%3A-and-in-Hawgood/c56c111f17774e0f95bd3b49de3e31e7ae23922d
https://www.nationalgeographic.com/science/phenomena/2008/10/23/the-secret-of-drug-resistant-bubonic-plague/
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/antibiotic-resistance
0 komentar