Munculnya aksara disegala penjuru dunia, membuat tulisan menjadi parameter tata bahasa normatif. Tentu saja, dunia penulisan semakin pesat. Dan banyak idealisme yang menjadi pokok bahasan di dalamanya. Perpustakaan tercipta, penulis dan sastrawan bermunculan. Bahkan saat ini, tulisan sudah menjadi ladang penghasilan bagi penulisnya melalui karya tulis yang dibukukan.
Namun sayangnya, budaya menulis tak sepopuler dan berorientasi seperti budaya membaca. Ada yang menyebut kalau menulis itu diperuntukkan bagi orang yang berintelektual dan berwawasan tinggi, sehingga masyarakat–khususnya bangsa kita ini, sudah dibuat berkecil hati akan semua itu. Mengakibatkan ketimpangan dan dominasi yang tak seimbang. Sekarang ini lebih banyak penikmat dibanding pencipta.
Padahal tidak semua tulisan harus memiliki tata bahasa rumit dan leksikal yang bombastis untuk menyuapi pembaca dengan santapan yang lezat. Bagi saya, menulis itu tuntutan kehidupan dan alam semesta. Mereka menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Begitupun manusia, ia harus membuat skenario kehidupan, baik kisahnya ataupun kisah orang lain. Tak perlu luks, asal dapat dimengerti. Dan yang paling terpenting, memberikan pesan moral di dalamnya.
Mungkin kita bisa menuangkan tulisan ke dalam bentuk prosa, cerita pendek, novel, artikel, pidato, bahkan tulisan apapun dari pikiran kita tampa harus bersusah payah menuliskannya, diary misalkan. So, bagaimana denganmu? Berniat untuk menulis?
0 komentar