Supaya kamu gak salah paham
aceshowbiz.com
Sineas memang suka membuat film tentang virus mematikan, dan kadang mereka membuatnya tidak masuk akal dengan virus zombie atau virus alien. Tapi kenapa tidak? Pandemi itu memang hal yang menakutkan dan selalu menarik untuk disaksikan meskipun tampak menyakitkan. Menyatukan kedua kiasan tersebut biasanya menghasilkan sesuatu yang menghibur, dan seringkali terkesan sangat hebat.
Satu hal yang jarang terjadi adalah keakuratan ilmiah. Bahkan film tentang wabah virus yang diupayakan senyata mungkin dengan menunjukkan ilmu sains, nyatanya masih dibumbui dengan banyak drama, pengorbanan dan juga ketidakakuratannya. Berikut adalah hal-hal yang hampir setiap film sajikan tentang wabah virus yang ternyata salah.
1. Virus tidak membunuh dengan sangat cepat
Meskipun benar bahwa beberapa virus dapat membunuh dalam waktu sekitar satu hari, ada keseimbangan antara kecepatan dan kelangsungan hidup virus. Singkatnya, virus yang membunuh seseorang dengan sangat cepat tidak hanya menghancurkan inangnya sendiri (tetapi juga menghancurkan diri mereka sendiri), mereka juga tidak dapat menyebar secara efektif, sehingga wabah cenderung sangat terbatas.
Menurut edisi ketiga Prinsip Virologi, bahkan virus tercepat sekalipun cenderung memiliki masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa tahun, dan bagian penyakitnya dapat berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, atau berbulan-bulan.
Dan tingkat fatalitas untuk sebagian besar pandemi hampir tidak mematikan seperti yang digambarkan dalam film - statistik Organisasi Kesehatan Dunia menempatkan coronavirus yang menyapu dunia, memiliki tingkat kematian 2%, meskipun itu perkiraan awal dan kemungkinan terlalu tinggi. Flu H1N1 (juga disebut "flu babi") kurang dari 0,1% berakibat fatal, sementara Ebol 40% berakibat fatal. Dalam dunia nyata, fakta ini sudah cukup menakutkan, tetapi tidak cukup menakutkan untuk film thriller Hollywood.
2. Epidemik tidak terjadi dengan cepat
Rata-rata durasi film itu sekitar dua jam, waktu yang sedikit untuk sampai ke bagian di mana dunia berakhir dengan virus yang menakutkan. Jadi, itu mengapa penulis skenario mempercepat alur cerita daripada akurasi ilmiah. Film 28 Days Later adalah contoh besar bagaimana wabah virus menyebar dengan sangat cepat, yang mampu meluluhlantakkan dunia hanya dalam waktu kurang dari sebulan.Dalam film 28 Days Later, para korban terpapar virus dengan sangat cepat dan tewas dalam beberapa hari atau bahkan jam. Tetapi faktanya, dibutuhkan sekitar satu menit penuh agar darah manusia bersirkulasi ke seluruh tubuh, jadi misalkan virus bisa masuk dan mulai menjangkiti sel-sel manusia, diperlukan minimal beberapa menit untuk melakukannya.
Dan pada kenyataannya, pandemi juga memakan waktu lama, dan sejauh ini tidak ada yang berhasil menghancurkan dunia. Tetapi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mencatat bahwa pandemi flu 1918 membutuhkan waktu satu tahun untuk mengatasinya, dan epidemi AIDS melambat selama bertahun-tahun. Bahkan Black Death sekalipun, butuh empat tahun untuk mengakhirinya. Ya, meskipun itu mematikan, toh, nyatanya tidak mengakhiri peradaban.
3. Vaksin virus tidak bisa dibuat dengan super cepat
Satu fakta tentang wabah virus adalah dibutuhkannya waktu yang lama untuk mengembangkan vaksin, namun sebagian besar film malah menggambarkan ini terjadi dengan sangat cepat. Banyak film yang mengembangkan vaksin hanya dalam beberapa hari (atau bahkan berjam-jam), dan bahkan film Contagion, yang dipuji karena keakuratan ilmiahnya dalam menggambarkan pandemi fiksi, justru menunjukkan para ilmuwan mengisolasi patogen dalam waktu kurang dari dua minggu dan menciptakan vaksin yang layak dalam beberapa bulan.Kenyataannya, College of Physicians of Philadelphia melaporkan bahwa dibutuhkan waktu hingga 15 tahun untuk mengembangkan vaksin, dan bahkan dalam kondisi darurat sekalipun dapat memakan waktu satu tahun penuh. Membuat vaksin dibutuhkan waktu untuk mempelajari patogen, mengidentifikasi antigen yang akan membantu melawannya di dalam tubuh, kemudian menguji untuk memastikan bahwa apa yang dihasilkan tidak lebih buruk daripada patogen yang akan coba dihancurkan. Setelah itu, para peneliti perlu membuat vaksin dalam jumlah yang signifikan untuk menyebarkannya ke populasi dunia.
4. Memakai masker bukan berarti terlindung dari virus
Film sering menggambarkan kalau penggunaan masker bisa membuat seseorang kebal terhadap ancaman virus. Dalam film Carriers, semua orang memakai masker, dan mereka baik-baik saja sampai mereka mulai membuat kesalahan seperti melakukan kontak dengan orang-orang yang terinfeksi, dan bahkan digambarkan kalau pembatas plastik dan selotip dapat menghentikan wabah.Dr. William Schaffner, seorang gspesialis penyakit menular di Universitas Vanderbilt, mengatakan bahwa masker bedah biasa tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah virus di udara, tetapi masih saja banyak yang beranggapan bahwa masker tersebut mampu menangkal virus. Seperti yang dicatat oleh ahli ekologi CDC Brian Amman, berjabat tangan atau berjalan di ruang yang terinfeksi ke tempat lain tanpa melakukan dekontaminasi, bisa juga menularkan virus dengan mudah, meski memakai APD sekalipun.
5. Cara virus mengudara
Dalam film Outbreak, Kolonel Sam Daniels (Dustin Hoffman) bingung ketika virus Motaba yang mirip seperti ebola menginfeksi orang yang belum pernah berhubungan atau melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi, itu mustahil karena Motaba ditularkan melalui kontak fisik dan pertukaran cairan tubuh. Kemudian dia melanggar peraturan dengan memasuki ruang karantina dan menjelajahi rumah sakit. Dia pun memperhatikan semua saluran ventilasi di ruangan itu, dan menyadari bahwa virus itu telah bermutasi dan menular melalui udara.Memang benar bahwa Virus bermutasi sepanjang waktu - begitulah bentuk-bentuk penyakit baru terus bermunculan dan bagaimana virus yang biasanya menyerang hewan dapat menular ke populasi manusia. Tetapi virus tidak ditularkan dengan satu cara (katakanlah, digigit nyamuk) dan kemudian tiba-tiba menular melalui bersin. Menurut ahli virus terkenal Dr. W. Ian Lipkin, itu tidak mungkin terjadi.
6. Tidak ada darah ajaib yang mampu menyembuhkan virus
Salah satu tantangan film tentang wabah virus adalah bagaimana mengakhirinya. Coba bayangkan bagaimana wabah virus menghancurkan populasi, dan membunuh banyak orang. Lalu coba bayangkan lagi bagaimana caranya membuat beberapa orang berhasil selamat dan menghindari infeksi. Bagaimana film bisa menyelesaikan semuanya dengan cepat sehingga cerita bisa berakhir dengan bahagia? Jawabannya adalah darah dari manusia ajaib.Dalam film I Am Legend, sebuah virus yang mengubah orang menjadi zombie-vampir membuat Dr. Robert Neville sebagai satu-satunya manusia yang masih hidup, dan entah bagaimana kebal terhadap virus, menggunakan darahnya sendiri untuk mengembangkan penyembuhan. Menurut ahli virus Dr. W. Ian Lipkin, itu adalah hal yang tidak masuk akal. Kekebalan genetik seperti itu tidak dapat ditularkan ke orang lain, dan jika kekebalan Neville mampu memproduksi antibodi yang memungkinkan hal ini, pertama-tama ia harus terinfeksi agar tubuhnya dapat memproduksi antibodi itu.
Menurut Dr. CJ Peters, seorang ahli virologi lapangan yang ada dalam buku terlaris Richard Preston, The Hot Zone, bahkan jika seseorang dapat menggunakan darah atau plasma sesuatu untuk melakukan penyembuhan, ia membutuhkan lebih banyak daripada yang dapat dilakukan oleh satu hewan atau satu orang.
7. Kesalahpahaman tentang Patient Zero
Jika kamu pernah menonton film Dawn of the Planet of the Apes, kamu mungkin menyadari tentang virus fiksi ALZ-113 (alias simian flu) atau yang dimaksud sebagai: "Patient Zero." Istilah ini sering kali dikaitkan selama awal-awal terjadinya AIDS, di mana seseorang dianggap telah menyebarkan virus tersebut.Selama ini, Patient Zero telah disalahpahami. Dalam sebuah artikel di jurnal Nature menunjukkan bahwa keseluruhan teori itu salah, karena ada kemungkinan bahwa banyak orang yang terinfeksi HIV pada saat itu, terutama mengingat masa inkubasi penyakit yang panjang.
Dan seperti yang ditunjukkan oleh jurnalis investigasi Dina Fine Maron, suatu penyakit terlalu rumit jika hanya menyalahkan satu orang saja. HIV mungkin masuk ke AS jauh lebih awal, mungkin pada awal tahun 1971.
8. Kematian akibat wabah virus tak sedramatis di film
Dalam film, adegan kematian digambarkan agak mengerikan. Tujuannya apalagi kalau bukan lebih dramatis. Akan ada adegan di mana pasien terinfeksi mengeluarkan busa dimulutnya, atau menjerit. Terkadang diikuti oleh transformasi menjadi zombie. Seperti karakter Gwyneth Paltrow dalam film Contagion, misalnya, suaminya menyaksikan istrinya menggeliat karena kesakitan.Tetapi seperti yang dicatat oleh mantan dokter ruang gawat darurat dan blogger medis Pat Salber, kematian akibat virus seperti flu berasal dari faktor sekunder, seperti bakteri yang masuk ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia atau bakteri yang masuk ke dalam darah dan menyebabkan sepsis atau virus yang memperburuk seseorang karena ada riwayat penyakit seperti diabetes atau asma. Itu sebabnya sebagian besar kematian akibat wabah virus terjadi di kalangan lansia dan memang mereka yang sudah sakit atau memiliki riwayat penyakit parah, bukan mereka yang sehat.
9. Mitos tentang seorang ilmuwan heroik
Sebagian besar film tentang berbagai wabah virus, pasti menampilkan satu ilmuwan heroik yang dianggap mampu menyelamatkan dunia. Salah satunya film Contagion yang menghadirkan seorang ilmuwan yang mengembangkan vaksin (yang dia uji sendiri).Tapi realitas tak sedramatis itu. Abigail Zuger, M.D., Associate Professor Clinical Medicine di Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York City, menggambarkan pengobatan modern - terutama upaya kesehatan masyarakat - sebagai "team sport." Gagasan jika seorang jenius tunggal mampu menyelamatkan dunia itu hampir mustahil. Realitasnya, ilmuwan membutuhkan tim besar yang bekerja untuk wabah tersebut, mengikuti beberapa protokol yang cukup ketat saat melakukan pengujian - dan tidak ada orang yang akan bertanggung jawab untuk menemukan solusi.
10. Akses data wabah virus
Banyak film yang menggambarkan bahwa lembaga pemerintah dan birokrasi mendanai dengan sangat baik, melalui akses ke teknologi mutakhir dan data yang didapatkan dengan mudah. Bahkan di film World War Z, Brad Pitt didukung lembaga pemerintah ketika ia harus pergi untuk mencari petunjuk. Dalam film-film seperti Contagion, para ilmuwan dapat memunculkan model-model canggih genom virus dan menunjukkan video-video di mana setiap kasus infeksi muncul di peta dunia, dan komputer menampilkan proyeksi tentang seberapa cepat dunia akan terkontaminasi virus.David A. Ross, presiden dan CEO dari Satuan Tugas untuk Kesehatan Global, mengatakan bahwa kenyataannya justru berbanding terbalik, prosesnya cukup berantakan di mana beberapa info masuk melalui kertas, sisanya secara digital - dan semuanya dalam bentuk non-standar yang memerlukan penyortiran. Dan itu dengan asumsi data tidak berasal dari negara totaliter rahasia atau adanya pemalsuan angka.
Nah, itu dia 10 mitos tentang wabah virus yang biasanya ditampilkan dalam sebuah film. Memang, sih, sah-sah saja. Namanya juga film, kan. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tapi jangan samakan di dunia nyata, ya.
0 komentar