Film dengan tema komedi gelap dan sarkastik
cuplikan adegan dalam film Don't Look Up (dok. Netflix)
Halo, semua! Di kesempatan kali ini, saya ingin mengulas film Don't Look Up. Hmm... Sepertinya sudah lama sekali ya saya tidak membahas atau mereview film. Padahal tuh saya suka banget nonton film, tapi belum nemuin film bagus aja kali ya untuk di review.
Film Don't Look Up ini ternyata menjadi film nomor dua yang paling banyak ditonton di Netflix, dan mendapat banyak ulasan beragam dari para kritikus. Wajar sih ya, pandangan orang kan beda-beda.
Don't Look Up sendiri ditulis dan disutradarai oleh Adam McKay, dibintangi dan didukung penuh oleh aktor terkenal Leonardo DiCaprio. Seperti yang saya tahu, Leonardo DiCaprio ini sempat membintangi film dokumenter tentang perubahan iklim berjudul Before the Flood, ia juga sudah lama menjadi aktivis lingkungan. Dia mulai menyuarakan kegelisahannya terkait perubahan iklim yang semakin lama semakin mengancam dunia, di sini lah dia menyampaikan pesan agar manusia sadar dan harus mulai melakukan perubahan. Ya, seperti yang dikatakan aktivis lingkungan, “There's no Planet B."
Kenapa Don't Look Up berbeda dengan film sci-fi apokaliptik lain? Bagi saya, ini film yang lucu tanpa slapstick, dramatis tanpa melodramatis, dan sangat jujur tentang keadaan dunia saat ini.
Nah, kenapa saya memilih untuk mereview film Don't Look Up? Menurut saya sih karena related aja sama kehidupan kita hari ini. Yuk, langsung aja!
Inilah pesan yang sebenarnya ingin disampaikan film ini, terutama Leonardo DiCaprio, yang selama ini berjuang agar para ilmuwan didengarkan oleh pemerintah terkait masalah perubahan iklim. Hal ini terlihat jelas dalam film dokumenter Before the Flood. Nah, Don't Look Up menjadi film komedi gelap yang sangat mewakili.
Film ini justru menjadi objek diskusi di media, dan memang tujuan si sutradara adalah, ingin agar film ini "dibicarakan." Bahkan, beberapa minggu setelah rilis di Netflix, ternyata film ini lebih banyak dibicarakan dari segi budaya AS daripada tentang filmnya itu sendiri.
Hal ini justru menyoroti paradoks kehidupan, yang secara khusus ditargetkan dalam sindiran film, seperti masyarakat yang lebih percaya isu dan ocehan media, serta ketidakpercayaan terhadap semua institusi pemerintah. Kita masuk ke cerita filmnya, yuk! Nah, di adegan awal ini, seorang ilmuwan bernama Randall Mindy yang diperankan Leonardo DiCaprio dan mahasiswa penelitiannya yang bernama Kate Dibiasky, yang diperankan Jennifer Lawrence, menemukan sebuah komet yang akan menghantam bumi dalam waktu setengah tahun. Jelas dong ya ini membuat mereka khawatir dan ketakutan.
Namun, banyak kritikus film yang justru menyayangkan sikap berlebihan dari dua ilmuwan ini di awal film, karena penonton dianggap tidak terlalu peduli tentang bencana yang belum datang ini.
Lalu, setelah memberitahu NASA, mereka berdua pun dikirim ke Gedung Putih di Washington, DC. Adegan di sini yang membuat saya risih segaligus menggelitik. Bagaimana tidak, mereka berdua harus menunggu berjam-jam sebelum akhirnya bertemu dengan Presiden Orlean (Meryl Streep). Dia merupakan gabungan cerdas dari Donald Trump dan Hillary Clinton. Bahkan ia menyindir Barack Obama, sebagai perokok.
Lalu, ada seorang jenderal berpangkat tinggi yang menawarkan mereka makanan ringan dan air putih kemasan, tapi mereka disuruh membayar sebesar 20 dolar. Lucunya, makanan dan minuman ini ternyata gratis, dong. Kate Dibiasky yang mengetahui hal ini tidak henti-hentinya berceloteh terkait sikap jenderal tersebut. Bisa-bisanya makanan gratis dimintai uang. Presiden dan kolega di film “Don't Look Up” merupakan perwujudan dari algoritma yang sekarang mendominasi politik AS, yang bertujuan untuk memenangkan pemilihan. Di sinilah mood film bergerak dari satire ke parodi.
Untuk menyebarkan berita "kiamat" ini, dua ilmuwan ini di bawa ke New York, di mana biro berita yang meniru The New York Times dan acara wawancara TV ini menunjukkan prinsip algoritmik yang didasarkan untuk mencari rating tinggi dalam penyiaran.
Maka terjadilah serangkaian adegan yang secara dinamis mengobrak-abrik kesenjangan antara niat serius para ilmuwan dan sikap acuh tak acuh dari para politisi, entertainment, dan kapitalis tekno. Kritik terhadap institusi dan media dalam film ini sangat tepat sasaran.Bagi saya, Don't Look Up adalah parodi yang cukup efektif untuk menyindir pemerintahan yang tidak mampu merespons krisis eksistensial karena mereka telah diprogram berdasarkan sistem yang terbentuk melalui serangkaian aturan. Oleh karena itu, film ini bisa saya anggap sebagai film yang cukup sukses dari segi cerita.
Don't Look Up pada dasarnya ingin melukiskan kelambanan umat manusia sehubungan dengan adanya perubahan iklim sebagai akibat dari penyangkalan dari generasi-generasi sebelumnya.
Dalam perspektif ilmiah, perubahan iklim bukanlah komet yang digambarkan sebesar gunung Everest yang akan menabrak bumi dalam waktu kurang dari setahun - metafora yang menurut saya agak sedikit berlebihan terkait realitas yang sedang dihadapi dunia saat ini.
Perubahan iklim bisa dibilang sebagai bencana yang bergerak lamban, yang dibawa dari generasi ke generasi akibat revolusi industri yang semakin hari kian maju. Dan untuk mengatasinya, umat manusia harus merubah pola pikirnya, pola hidupnya, bahkan sistem yang mereka jalani hari ini.
Sayangnya, dalam Don't Look Up, McKay hanya berfokus pada Amerika Serikat, seolah-olah semua kendali berada di bawah naungan Amerika, padahal ini menyangkut kehidupan seluruh umat manusia di muka bumi. Don't Look Up juga menggambarkan bagaimana Amerika gagal menyelamatkan dunia, tindakan yang cukup arogansi.Akhir film ini cukup mempesona, di mana Randall Mindy, Kate Dibiasky, dan Yule berniat untuk berkumpul untuk makan malam di rumah Randall. Adegan ini juga cukup canggung, karena Randall kembali ke rumah istrinya setelah dia kepergok selingkuh dengan seorang presenter berita.
Tapi siapa sangka coba, pertemuan Randall dengan istrinya justru tampak bahagia, di mana sang istri memaafkan Randall seolah-olah tak ada waktu lagi untuk meributkan sesuatu di akhir sebuah kehidupan yang mungkin bisa dihitung dalam hitungan jam.
Mereka menjadikan menit-menit terakhir mereka begitu istimewa, berkumpul, makan bersama, cerita bersama, seolah-olah tidak ada ketakutan besar yang dahulu mereka ributkan. Mereka tersadar bahwa kehidupan telah memberikan mereka segalanya. Tetapi manusia lupa mensyukuri hal-hal kecil itu, karena terlalu sibuk dengan ambisi dunia yang tidak ada habisnya.
Saat terjadi guncangan atau gempa, mereka saling berpegangan satu sama lain, masih terus bercengkerama sampai ledakan besar memusnahkan mereka semua.
0 komentar