Saat ini, dunia sedang menghadapi kelaparan, kerawanan pangan, dan kekurangan gizi. Di Indonesia sendiri, hal ini sering terjadi. Mengapa hal ini bisa terjadi, mengingat negeri Nusantara ini subur. Konflik, variabilitas dan perubahan iklim yang ekstrem, serta krisis ekonomi menjadi beberapa faktor mengapa hal ini bisa terjadi.
Selain itu, tingginya biaya kebutuhan hidup ditambah dengan tingginya ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat membuat kita kesulitan untuk memenuhi makanan bergizi.
Jadi, jika dunia berada pada titik kritis, dimana posisi kita sekarang? Dan apa yang bisa kita lakukan untuk bertahan hidup dan bahkan mengubah masa depan yang lebih baik atau damai sejahtera?
Transformasi sistem pangan sebenarnya dapat memecahkan masalah tersebut, lalu mengapa kita tidak bertindak dan hanya pasrah menerima nasib? Bukankah Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali ia sendiri yang mengubahnya?
BACA JUGA: ANCAMAN KRISIS PANGAN DI NUSANTARA
Padahal, tansformasi sistem pangan ini bisa memenuhi pola makan sehat keluarga kita, yang berkelanjutan dan inklusif, serta pendorong yang kuat untuk mengakhiri kelaparan, kerawanan pangan, dan kekurangan gizi. Kita tidak mungkin bisa beraktivitas apalagi berjuang jika kita kekurangan nutrisi, apalagi kelaparan. Otak kita tidak akan berjalan maksimal mengerjakan pekerjaan apapun itu. Selain itu, bagaimana nasib anak-anak kita yang kebutuhan gizinya tidak mencukupi.
Kekurangan pangan juga menjadi penyabab dan faktor utama terjadinya kriminalitas. Di luar sana, banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan perut mereka, demi membeli beras dan kebutuhan pokok mereka. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
BACA JUGA: BAGAIMANA PANGAN DAPAT MENYEBABKAN PEPERANGAN?
Sebisa mungkin, kita harus merubah mindset kita, karena jika kita sudah bisa membaca zaman, seharusnya kita juga bisa berpikir jauh ke depan dan kreatif, mari kita berkarya dengan jerih payah dan hasil sendiri, yang tentunya bisa kita banggakan dan memberikan dampak positif, bukan hanya sekedar konsep semata tetapi bukti tidak ada.
Kita harus membangun ketahanan pangan mandiri, dan tidak boleh lagi menggantungkan atau bersandar pada produk-produk luar, karena jika krisis multidimensi ini sudah di depan mata, dan kita merasakan dampak besarnya juga, otomatis kita bisa mandiri, terlatih, dan tentunya bertahan jauh lebih kuat dibandingkan mereka yang di luar.
Hal ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi, mari kita bahu-mambahu, saling menyokong penderitaan saudara-saudara kita yang kekurangan dari segi pangan, semua harus merata dan seimbang, menjadi komunitas yang satu tubuh, merasakan penderitaan saudara-saudara kita yang kurang beruntung.
Kita harus menguatkan ketahanan pangan untuk membantu saudara-saudara kita yang paling rentan mengalami keterpurukan ekonomi. Mengintervensi rantai pasokan makanan agar mereka bisa menikmati makanan bergizi. Memperkuat RPM (rumah pangan mandiri) demi kepentingan bersama.
Tuhan Semesta Alam meminta kita untuk belajar dari alam, dari pohon, untuk kembali ke alam, dan menyatu dengan alam. Ibaratnya, apabila akarnya sudah bagus, kita juga harus memperhatikan pertumbuahan daunnya, kita harus memberi nutrisi pada daunnya agar tidak kering dan mati. Nah, begitu juga dengan tubuh manusia, bila ruhul kudus sudah tertancap kuat di sanubari, tetapi jika kebutuhan fisiknya tidak terpenuhi, pasti energi kita kurang maksimal dan lunglai. Lalu mengapa kita tidak mau mengembangkan pertanian?
Sejarah sendiri membuktikan bahwa peradaban dimulai dengan pertanian, dan pertanian masih menjadi sentral terpenting, meskipun dunia sudah secanggih saat ini. Bukankah pangan adalah hidup matinya suatu bangsa.
Bisa dibilang aspek terpenting dari pertanian adalah ia menjadi sumber pasokan pangan dunia. Apapun yang kita makan, semuanya berasal dari pertanian. Negara-negara yang menghadapi krisis pangan dan kekurangan gizi, itu karena sektor pertanian mereka tidak berjalan baik. Jika pertanian berkembang pesat, maka akan lebih sedikit orang yang kelaparan. Lalu, mengapa kita menyepelekannya?
0 komentar